Notification

×

Iklan

Pemilik Pabrik Ekstasi Rumahan di Medan Divonis Mati, 4 Terdakwa Lainnya Bervariasi

Kamis, 06 Maret 2025 | 19:16 WIB Last Updated 2025-03-06T12:16:24Z

Hilda Dame Ulina Pangaribuan (depan) selaku Supervisor Koin Bar Siantar bersama empat terdakwa lainnya saat menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Medan. (Foto: Istimewa) 

ARN24.NEWS
– Hendrik Kusumo selaku pemilik pabrik ekstasi rumahan di Jalan Kapten Jumhana, Kelurahan Sukaramai II, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, akhirnya divonis dengan pidana mati. 


Sementara terdakwa Mhd Syahrul Savawi alias Dodi sebagai pengendali lolos dari hukuman mati. Putusan ini dibacakan hakim ketua Nani Sukmawati, dalam sidang di Ruang Cakra 6 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (6/3/2025). 


Menurut hakim, kedua terdakwa terbukti bersalah memproduksi atau menyalurkan narkotika sebagaimana dakwaan alternatif kedua Pasal 113 ayat (2) UU No 35 tahun 2009 tentang narkotika. 


"Menjatuhkan pidana mati terdakwa Hendrik Kusumo dan penjara seumur hidup kepada terdakwa Mhd Syahrul Savawi alias Dodi," tegas Nani. 


Sementara 3 terdakwa lainnya, Hilda Dame Ulina Pangaribuan selaku Supervisor Koin Bar Siantar, Arpen Tua Purba selaku pegawai loket Paredep dan Debby Kent selaku istri terdakwa Hendrik Kusumo lolos dari penjara seumur hidup. 


Ketiga terdakwa hanya divonis hakim masing-masing selama 20 tahun penjara denda Rp 1 miliar subsider penjara selama 6 bulan. Ketiga terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 114 ayat (2) UU No 35 tahun 2009 tentang narkotika. 


Menurut hakim, hal memberatkan kelima terdakwa, yakni tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan narkotika dan perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat. Sementara hal meringankan, untuk terdakwa Hendrik tidak ditemukan dan keempat terdakwa lainnya nihil. 


Atas putusan itu, jaksa penuntut umum (JPU) Rizqy Darmawan langsung menyatakan banding terhadap kelima terdakwa. Sementara penasehat hukum terdakwa menyatakan pikir-pikir. 


Vonis hakim diketahui lebih ringan dari tuntutan JPU Kejari Medan, yang sebelumnya menuntut pidana mati terhadap terdakwa Hendrik dan Syahrul. Sementara ketiga terdakwa lainnya dituntut penjara seumur hidup. 


Diketahui, kasus ini bermula pada 11 Juni 2024 di Jalan Kapten Jumhana, Kelurahan Sukaramai II, Kecamatan Medan Area, petugas Dittipidnarkoba Bareskrim Polri bersama Polda Sumut melakukan penggerebekan di sebuah rumah toko (ruko) yang diduga sebagai lokasi pembuatan pil ekstasi.


Dari pengungkapan tersebut, petugas berhasil menyita barang bukti berupa alat cetak ekstasi, bahan kimia padat sebanyak 8,96 kg, bahan kimia cair 218,5 liter, mephedrone serbuk 532,92 gram, dan 635 butir ekstasi, serta berbagai bahan kimia prekursor dan peralatan laboratorium.


Berdasarkan hasil interogasi, diketahui bahwa pabrik rumahan itu telah beroperasi selama enam bulan dan memasarkan produknya ke diskotek-diskotek di Sumut, termasuk di Pematangsiantar. Terdakwa Hendrik dan Debby merupakan pasangan suami istri diketahui sebagai pemilik dan pengelola pabrik.


Sementara terdakwa Syahrul bertanggung jawab atas pengadaan alat cetak dan pemasaran. Lalu, terdakwa Hilda memesan ekstasi, dan Arpen berperan sebagai kurir yang mengantarkan pil tersebut. (sh