Notification

×

Iklan

Guru Besar Ilmu Hukum UAI Desak DPR Kaji Ulang Pembatasan Kewenangan Jaksa di RUU KUHAP

Sabtu, 15 Maret 2025 | 20:50 WIB Last Updated 2025-03-15T13:52:17Z




ARN24.NEWS
- Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Suparji Ahmad meminta Komisi III DPR RI mengkaji ulang ketentuan dalam draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang membatasi kewenangan jaksa hanya sebagai penyidik dalam kasus pelanggaran HAM berat.


Suparji menegaskan bahwa peran jaksa sebagai penyidik, terutama dalam kasus tindak pidana korupsi (tipikor), masih sangat diperlukan. 


Menurutnya, upaya pemberantasan korupsi membutuhkan sinergi dari berbagai lembaga, termasuk kejaksaan yang selama ini terbukti produktif dalam menangani kasus tipikor.


“Sebaiknya rumusan tersebut dikaji kembali. Karena korupsi masih menjadi musuh bersama, sehingga perlu banyak energi untuk memberantasnya. Untuk itu, penyidik kejaksaan masih sangat diperlukan untuk menyidik tipikor,” kata Suparji, dilansir dari detik, Sabtu (15/3/2025).


Lebih lanjut, Suparji menilai bahwa revisi KUHAP seharusnya justru memperkuat kewenangan jaksa dalam penyidikan korupsi, bukan malah menguranginya. 


Ia juga menekankan bahwa sistem peradilan pidana harus tetap menjunjung tinggi kerja sama antara penyidik dan jaksa agar penegakan hukum berjalan efektif.


“Kondisi kerja yang kolaboratif antara penyidik dan jaksa inilah yang harus diatur secara jelas dalam KUHAP mendatang. Bagaimanapun, penyidik dan jaksa adalah bagian dari eksekutif yang tidak boleh terkotak-kotak,” ujarnya.


Draf RUU KUHAP Masih Dinamis


Isu pembatasan kewenangan jaksa mencuat setelah beredar draf RUU KUHAP yang hanya menyebut jaksa sebagai penyidik dalam kasus pelanggaran HAM berat. 


Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 6 draf RUU KUHAP, yang mengatur kategori penyidik, di antaranya penyidik Polri, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dan penyidik tertentu. Dalam penjelasan lebih lanjut, penyidik tertentu dijelaskan mencakup penyidik KPK, penyidik TNI AL dalam kasus tertentu, dan jaksa dalam kasus pelanggaran HAM berat.


Namun, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman membantah bahwa draf tersebut merupakan versi final. Ia menyebut draf terbaru masih mencantumkan kewenangan jaksa sebagai penyidik, termasuk dalam kasus tipikor.


“Draf tersebut sepertinya bukan hasil yang terakhir. Draf terakhir yang seharusnya terakhir tertulis penyidik tertentu misalnya penyidik KPK, penyidik kejaksaan, atau Penyidik OJK sebagaimana diatur dalam undang-undang,” ujar Habiburokhman.


Ia juga menegaskan bahwa RUU KUHAP tidak mengatur kewenangan institusi dalam memeriksa dan menyelidiki kasus tertentu, melainkan hanya sebagai pedoman dalam proses pidana.


Meskipun begitu, polemik ini tetap menjadi perhatian publik, terutama di tengah upaya pemberantasan korupsi yang masih menjadi agenda utama negara. 


Banyak pihak berharap revisi KUHAP justru memperkuat sistem hukum, bukan melemahkan kewenangan penegak hukum dalam menangani kejahatan luar biasa seperti korupsi. (dtc/ans)