Dr Asepte Gaulle Ginting (kiri) bersama dengan Ketua Komisi Kejaksaan RI Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, SH, MH, di acara seminar nasional yang digelar di Universitas Sumatera Utara, Rabu (19/3/2025).
ARN24.NEWS - Nama Dr. Asepte Gaulle Ginting, SH, MH, semakin dikenal di kalangan kejaksaan, akademisi dan praktisi hukum serta sebagai salah satu figur yang aktif memperjuangkan pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Melalui berbagai kajian dan diskusi ilmiah, pria yang pernah menjabat sebagai Kasi Pidsus Kejari Binjai ini terus mendorong reformasi hukum acara pidana agar lebih relevan dengan kebutuhan sistem peradilan modern di Indonesia.
Terbaru, Dr. Asepte menjadi Ketua Panitia dalam Seminar Nasional bertajuk “Dominus Litis dalam Konteks Pembaharuan Hukum Acara Pidana: Antara Teori dan Praktik” yang digelar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH USU), Rabu (19/3).
Acara ini menghadirkan tokoh-tokoh hukum terkemuka, termasuk Ketua Komisi Kejaksaan RI, Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, SH, MH, dan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut), Idianto, SH, MH serta Kepala Kejari Medan Fajar Syah Putra, SH, MH.
Dr. Asepte menegaskan bahwa KUHAP yang berlaku saat ini perlu diperbarui agar sejalan dengan perkembangan hukum pidana dan sistem peradilan yang lebih efektif.
“KUHAP yang sekarang masih memiliki berbagai kelemahan, terutama dalam mengakomodasi prinsip Integrated Criminal Justice System (ICJS) yang telah dianut dalam KUHP terbaru. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk membahas dan mencari solusi terbaik untuk masa depan hukum acara pidana di Indonesia,” ujarnya.
Menurut dia, revisi KUHAP harus memperjelas peran jaksa sebagai dominus litis, yakni pihak yang memiliki kendali dalam proses penuntutan pidana.
Dia juga menyoroti pentingnya harmonisasi antara KUHAP, KUHP, dan sistem peradilan pidana di Indonesia agar tidak terjadi tumpang tindih dalam praktik hukum.
Sebagai seorang penegak hukum, Dr. Asepte tidak hanya aktif dalam seminar dan diskusi ilmiah, tetapi juga dalam penelitian terkait hukum acara pidana.
Dirinya berharap, melalui forum-forum ilmiah seperti seminar nasional ini, para akademisi, mahasiswa, dan praktisi hukum dapat berkontribusi dalam merumuskan konsep hukum acara pidana yang lebih progresif dan sesuai dengan kebutuhan zaman.
“Saya ingin menciptakan ruang diskusi yang produktif, di mana gagasan-gagasan konstruktif bisa lahir dan menjadi rekomendasi nyata bagi pembaruan KUHAP,” tuturnya.
Dr. Asepte menegaskan bahwa perjuangan dalam mendorong revisi KUHAP bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab akademisi dan masyarakat hukum secara luas.
“Kita tidak bisa hanya menunggu perubahan terjadi. Sebagai akademisi dan praktisi hukum, kita harus aktif memberikan masukan dan solusi agar KUHAP yang baru benar-benar mencerminkan kebutuhan hukum di Indonesia,” pungkasnya. (rfn)