![]() |
Kantor Pengadilan Negeri Medan. (Foto: Istimewa) |
ARN24.NEWS – Forum Wartawan Hukum Sumatera Utara (Forwakum Sumut) mengecam keras tindakan intimidasi yang dilakukan oknum Panitera Pengadilan Negeri (PN) Medan dan preman terhadap wartawan saat melakukan peliputan sidang di PN Medan.
Ketua Forwakum Sumut Aris Rinaldi Nasution SH menjelaskan, tindakan tersebut sebagai bentuk menghalangi kerja jurnalis, di mana kerja jurnalis sudah jelas dilindungi undang undang.
"Tindakan yang dilakukan oknum panitera dan preman tersebut sudah bertentangan dengan Undang-undang Pers Nomor 40 tahun 2009 dan dapat diancam dengan pidana penjara sebagaimana Pasal 18 ayat (1) UU Pers Nomor 40 tahun 1999," tegas Aris, Rabu (26/2/2025).
Aris juga menegaskan kebebasan Pers adalah Pilar Demokrasi dan jurnalis berhak meliput peristiwa publik tanpa ancaman atau intimidasi.
"Kita kecam tindakan yang dilakukan oknum panitera dan preman ini. Ini baru pertama kalinya terjadi di PN Medan," tegasnya.
Aris juga meminta agar Ketua PN Medan meminta maaf secara terbuka dan melakukan evaluasi terhadap oknum panitera yang diduga sudah melakukan intimidasi terhadap Dedi Irawan yang juga merupakan anggota Forwakum Sumut.
"Ketua PN Medan juga harus minta maaf atas peristiwa ini dan berjanji agar hal ini tidak terjadi lagi kedepannya," pungkasnya.
Sebelumnya, Deddy Irawan menjelaskan, bahwa peristiwa intimidasi yang mengarah pada tindakan premanisme ini bermula ketika tengah melakukan peliputan sidang kasus penipuan modus agensi artis dengan terdakwa Desiska boru Sihite alias Miss Berbie di ruang sidang Cakra 4 PN Medan.
Saat sidang beragendakan pembacaan tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) atas nota keberatan (eksepsi) terdakwa dimulai, Deddy Irawan mengambil dokumentasi. Lalu Deddy duduk di kursi pengunjung sidang.
Beberapa saat kemudian, Deddy dipanggil sekelompok pria yang ia duga adalah preman yang mengawal sidang Desiska boru Sihite. Namun Deddy sempat mengacuhkan panggilan para preman tersebut, dan tetap melakukan peliputan.
Hingga akhirnya, Panitera Pengganti PN Medan bernama Sumardi memanggil Deddy untuk keluar dari ruang sidang. Setelah berada di depan ruang sidang, Deddy langsung dikepung sejumlah terduga preman itu. Mereka mengintimidasi Deddy dengan berbagai pertanyaan.
Lalu, pihak-pihak yang tidak berkepentingan dalam sidang itu lantas menanyakan soal izin pengambilan foto, hingga data diri Deddy. Ia lantas menunjukkan identitas ID Card Persnya. Ia memperkenalkan diri sebagai wartawan yang biasa melakukan peliputan di PN Medan.
Setelahnya, menurut pengakuan Deddy, para terduga preman, termasuk Panitera Pengganti bernama Sumardi memaksa Deddy menghapus foto yang telah ia ambil. Padahal, sidang sendiri terbuka untuk umum. Tidak hanya dipaksa menghapus foto, para terduga preman ini juga sempat berusaha merampas gawai milik Deddy.
Karena saat itu Deddy sendirian, ia pun tak bisa melawan dan pasrah foto liputannya dihapus paksa para terduga preman.
Atas perbuatan yang dialaminya, Deddy pun membuat laporan ke Polrestabes Medan dengan Nomor : LP/B/642/II/2025/SPKT/POLRESTABES MEDAN/POLDA SUMATERA UTARA.
Di bagian lain, Aris Rinaldi Nasution mengaku optimis, penyidik Polrestabes Medan di bawah kepemimpinan Kombes Pol Gideon Arif Setyawan mampu menuntaskan laporan pengaduan Dedy.
“Termasuk mencari tahu siapa massa pengunjung sidang yang meminta pelapor (Dedy) menghapus foto persidangan. Sepengetahuan kami PN Medan juga dilengkapi kamera pengawas atau CCTV.
Sekali lagi Forwakum Sumut optimis penyidk Polrestabes Medan mampu menuntaskan kasusnya sampai ke pengadilan. Biar ada efek jera. Pekerja pers dilindungi Undang Undang Dasar (UUD) 1945 dan Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tegasnya. (sh)