Gedung Pengadilan Negeri Pakam. (Foto; Istimewa)
ARN24.NEWS – Sidang perkara perdata Nomor 454/Pdt.G/2024/PN Lbp terkait sengketa tanah di Jalan Sidobakti, Desa Delitua, Kecamatan Namorambe, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Lubukpakam pada Selasa (21/1/2025). Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan saksi dari pihak penggugat dan tergugat.
Dalam persidangan, saksi penggugat, Nirwan, warga Jalan Pimpinan, Medan, mengakui bahwa dirinya hanya mengetahui objek tanah yang disengketakan dari gambar pada surat tanah penggugat, Fridamona Simarmata.
“Saya tahu berdasarkan dari gambar di surat kalau penggugat membeli tanah dari Sabarlah,” ucap Nirwan saat menjawab pertanyaan kuasa hukum tergugat, Andi Putra Sitorus SH MH, dari Yayasan Pendidikan Harapan (tergugat I).
Nirwan mengaku tidak tahu kapan penggugat membeli tanah atau dari siapa Sabarlah Br Surbakti (penjual tanah) memperoleh tanah tersebut. Saksi juga menyatakan bahwa penggugat tidak pernah mengajaknya ke lokasi objek tanah, dan dirinya hanya pernah datang ke kawasan tersebut sekitar enam tahun lalu.
Ketua majelis hakim, Abdul Wahab SH MH, yang memimpin sidang, menegur saksi karena memberikan keterangan yang terkesan tidak konsisten.
“Jangan main-main memberikan keterangan. Ini menyangkut nasib orang banyak, dan ada ancaman pidana 7 tahun jika memberikan keterangan palsu,” tegas hakim Abdul Wahab.
Pihak tergugat menghadirkan saksi Wagirin, seorang warga setempat berusia 87 tahun yang telah tinggal di kawasan objek perkara sejak 1964. Dalam kesaksiannya, Wagirin menyatakan bahwa tanah di lokasi tersebut dulunya milik beberapa orang, termasuk dirinya, dan tidak ada masalah terkait kepemilikan tanah hingga saat ini.
“Saya dulu punya tanah 8.000 meter yang sudah dijual ke Yayasan Pendidikan Harapan melalui perantara. Tidak ada tanah yang dikapling-kapling di situ. Semua berdasarkan SK Bupati Deliserdang tahun 1973,” ujar Wagirin.
Wagirin juga mengatakan bahwa dirinya tidak mengenal Sabarlah Br Surbakti maupun Fridamona Simarmata, dan mengonfirmasi bahwa Yayasan Pendidikan Harapan telah menguasai tanah tersebut sejak 1995.
Dalam persidangan terungkap bahwa penggugat, Fridamona Simarmata, tidak mengetahui secara pasti batas-batas tanah yang digugatnya. Gugatan menyebutkan batas tanah di sebelah utara dan selatan berbatasan dengan pasar, namun saksi dan bukti lapangan tidak menunjukkan keberadaan pasar di lokasi tersebut.
Kuasa hukum tergugat, Edy Sutono SH MM, menegaskan bahwa penggugat tidak menguasai fakta terkait objek tanah yang disengketakan.
“Saksi penggugat bahkan tidak tahu tanah yang dimiliki penggugat. Semua hanya berdasarkan gambar di surat tanpa bukti penguasaan fisik,” ungkap Edy. (rfn)