Puluhan sahabat Erika Tresia Siringo-ringo di tengah rintik hujan menggelar aksi demo di depan Gedung Pengadilan Negeri (PN) Medan. (Foto: Istimewa)
ARN24.NEWS – Puluhan sahabat Erika Tresia Siringo-ringo di tengah rintik hujan menggelar aksi demo di depan Gedung Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (15/1/2025).
Aksi massa dari Kelompok Belajar Sisifus ini sedikit ricuh antara penasehat hukum (PH) Erika, Dosmar Roha Sijabat dan Juru Bicara PN Medan Soniady Drajat Sadarisman.
Dalam tuntutannya, massa meminta agar majelis hakim menahan 2 terdakwa perkara dugaan pengeroyokan yakni oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Medan, Doris Fenita Br Marpaung (46) dan kakaknya, Riris Partahi Br Marpaung (50).
"Kenapa dua terdakwa yang mengeroyok teman kami, Erika tidak ditahan. Ada apa dengan pengadilan ini?," teriak Koordinator Aksi, Timothy.
Para mahasiswa dari berbagai kampus yang turut membawa spanduk Justice For Erika Siringo-ringo ini ingin mendapat jawaban dari pihak pengadilan.
Karena telah menunggu lama tapi tidak mendapat jawaban, massa sempat menendang-nendang pagar agar bisa masuk ke dalam gedung PN Medan. Saat masuk, massa langsung disambut oleh Juru Bicara PN Medan Soniady Drajat Sadarisman.
Di dalam gedung pengadilan, hakim Soniady memberikan kesempatan kepada dua orang perwakilan untuk menyampaikan aspirasi, salah satunya berasal dari mahasiswa yang melakukan demo. Salah satu PH Erika, Leo Fernando Zai berbicara lebih dulu.
Dalam kesempatan itu, Leo menjelaskan, bahwa berdasarkan Pasal 22 KUHAP, seharusnya kedua terdakwa ditahan karena ancaman hukumannya di atas 5 tahun. Karena, dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Sri Yanti Septiana Lestari Panjaitan, kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 170 ayat (1) KUHPidana.
"Jika pun tidak ditahan, terdakwa harus mengajukan upaya penangguhan penahanan yaitu tahanan kota atau tahanan rumah. Yang menjadi pertanyaan apakah tahanan rumah atau kota tidak pernah disampaikan dalam SIPP PN Medan. Itu yang sangat kami sayangkan terhadap proses penegakkan hukum di PN Medan," jelasnya.
Setelah itu, PH Erika yang lain yakni Dosmar Roha Sijabat juga ingin berbicara. Saat inilah perdebatan muncul. Hakim Soniady awalnya enggan memberikan kesempatan kepada Dosmar. Namun, Dosmar bersikeras untuk menyampaikan aspirasi.
"Jangan dihalangi, saya mau bicara," ucap Dosmar sambil mengambil toa.
"Berarti mahasiswa tidak lagi ya bicara," jawab Soniady. "Jangan dibatasi," cetus mahasiswa.
Cek-cok sempat terjadi beberapa menit hingga akhirnya Soniady mengalah dan memberikan kesempatan kepada Dosmar berbicara.
"Jangan halangi saya bicara. Saya sudah beracara di Jakarta. Ternyata di PN Medan masih bobrok. Saya tidak ada menemukan pengadilan sesat seperti ini di Jakarta," teriak Dosmar yang sedang menahan amarah.
Dosmar mengaku PN Medan menyambut sistem kesesatan. Menurutnya, sistem hukum di kepolisian yang sudah sesat dalam perkara ini disambut oleh kejaksaan dan pengadilan.
"Bahkan, komunikasi kami sama jaksa telah ditutupi," tandas Dosmar.
Dia tetap akan meminta kedua terdakwa agar ditahan. Dosmar tidak takut dengan terdakwa yang disebut-sebut dilindungi dengan bawa nama Jenderal.
"Mau saya diadukan saya tidak takut, saya adalah pejabat penegak hukum yang setara dengan anda (Soniady). Saya akan bawa perkara ini sampai ke Mahkamah Agung. Saya siap membuat berita ini jadi berita nasional. Berantas mafia peradilan. Bertobat lah kalian," pungkas Dosmar. (sh)