ARN24.NEWS - Prinsip Business Judgment Rule (BJR) dan beban pertanggungjawaban tindak pidana korupsi adalah dua konsep yang berperan penting dalam penyelesaian kasus-kasus yang melibatkan pengelolaan bisnis atau pemerintahan, khususnya dalam perkara korupsi.
Hal itu disampaikan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) Muttaqin Harahap, SH, MH ketika menjadi narasumber di acara penyuluhan hukum dalam memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) di Aula Kantor Kanwil Bank Mandiri Lantai V Menara Mandiri, Jalan Pulau Pinang, Kota Medan, Jumat (6/12).
Kegiatan yang dihadiri oleh sejumlah pegawai dari berbagai perusahaan besar, seperti Bank Mandiri, Bank BNI, Bank Sumut, Pelindo, Inalum, PLN, dan beberapa BUMD lainnya, Muttaqin menjelaskan prinsip business judgment rule dan beban pertanggungjawaban tindak pidana korupsi.
“Business Judgment Rule (BJR) adalah prinsip hukum yang memberikan perlindungan terhadap keputusan-keputusan yang diambil oleh direksi atau pengurus perusahaan baik BUMN maupun BUMD selama keputusan tersebut diambil dengan itikad baik, berdasarkan informasi yang cukup, dan untuk kepentingan perusahaan,” ujarnya.
Dengan kata lain, lanjut dia, selama pengurus berbuat secara profesional dan rasional, mereka tidak akan dikenakan pertanggungjawaban hukum meskipun keputusan tersebut berisiko atau berdampak buruk pada perusahaan.
“Namun, prinsip ini tidak berlaku jika keputusan yang diambil melibatkan penyalahgunaan wewenang, keputusan yang melanggar hukum, atau jika pengurus bertindak untuk kepentingan pribadi, bukan untuk kepentingan perusahaan atau lembaga yang mereka pimpin,” jelasnya.
Menurut dia, BUMN memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia, berfungsi sebagai penyedia layanan publik dan penggerak ekonomi.
“Oleh karena itu, pengelolaan BUMN yang efektif sangat penting untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial negara, serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” sebut dia.
Muttaqin dalam paparannya juga menjelaskan, bahwa Direksi BUMN sering dihadapkan pada risiko hukum dalam pengambilan keputusan, terutama ketika keputusan tersebut mengakibatkan kerugian.
“Ada ketakutan di antara direksi bahwa mereka dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi atas keputusan yang diambil, yang dapat menghambat pengambilan keputusan yang cepat dan tepat,” ujarnya.
Oleh karena itu, kata dia, sangat penting untuk memahami prinsip Business Judgment Rule (BJR) sebagai mekanisme perlindungan bagi direksi dalam menjalankan tugas.
“BJR hanya berlaku untuk keputusan yang diambil dalam konteks bisnis nyata, bukan untuk kelalaian,” tegasnya.
Selain itu, Direksi harus bertindak dengan keyakinan bahwa keputusan mereka demi kepentingan terbaik perusahaan.
“Direksi harus menghindari situasi di mana mereka memiliki kepentingan pribadi yang bertentangan dengan perusahaan,” ujar Muttaqin.
Meskipun prinsip BJR memberi perlindungan terhadap keputusan yang diambil dalam konteks pengelolaan bisnis, namun perlindungan ini tidak berlaku apabila keputusan tersebut mengandung unsur penyalahgunaan wewenang atau penyelewengan.
“Melanggar hukum atau bertujuan untuk menguntungkan pihak tertentu di luar tujuan perusahaan atau lembaga. Merugikan negara, seperti pada kasus korupsi, dimana dana atau aset yang seharusnya digunakan untuk tujuan tertentu malah disalahgunakan,” kata Muttaqin.
Prinsip Business Judgment Rule memberikan perlindungan bagi pengurus yang mengambil keputusan bisnis dengan itikad baik dan informasi yang cukup.
“Namun, dalam konteks tindak pidana korupsi, jika keputusan yang diambil terbukti melanggar hukum atau merugikan negara, prinsip ini tidak dapat digunakan sebagai pembelaan,” ujar pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Kejari Medan itu. (rfn)