ARN24.NEWS - Jaksa Fasilitator Asepte Gaulle Ginting dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan berhasil memediasi penyelesaian perkara pencurian perhiasan yang melibatkan seorang mahasiswi berinisial NLS alias Maya (21) dengan korban RHS.
Pendekatan restorative justice atau keadilan restoratif yang difasilitasi oleh Asepte berhasil menyelesaikan masalah ini tanpa proses pidana yang lebih lanjut, dengan kedua belah pihak sepakat untuk berdamai.
Kejadian ini berawal ketika Maya, yang menumpang tinggal di rumah korban, secara tidak sengaja melakukan pencurian perhiasan.
Maya yang pada awalnya hanya berniat meminjam baju, akhirnya mengambil beberapa perhiasan milik korban, termasuk kalung emas, cincin emas, dan anting-anting, yang kemudian dijual dengan total hasil sebesar Rp7 juta lebih.
Namun, setelah kasus ini dilaporkan, Jaksa Asepte Gaulle Ginting memfasilitasi pertemuan antara tersangka dan korban untuk melakukan mediasi.
Dalam pertemuan tersebut, baik Maya maupun RHS sepakat untuk menyelesaikan masalah ini melalui jalur damai tanpa proses hukum lebih lanjut, setelah kedua belah pihak saling memaafkan.
Asepte Gaulle Ginting menjelaskan bahwa keputusan untuk menggunakan pendekatan keadilan restoratif ini didasarkan pada kesepakatan bersama antara kedua pihak.
“Keadilan restoratif memberikan kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki kesalahan dan bertanggung jawab secara sosial, sementara korban juga diberikan kesempatan untuk menerima dan memaafkan,” ujar Asepte, Selasa (10/12).
Asepte menambahkan bahwa penghentian perkara ini dilakukan dengan sepengetahuan dan persetujuan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung, serta sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif.
Keputusan untuk menggunakan restorative justice dalam penyelesaian perkara ini mendapat apresiasi, mengingat dampak positifnya terhadap pemulihan hubungan sosial antara pelaku dan korban.
“Langkah ini juga menjadi contoh bahwa penyelesaian perkara hukum tidak selalu harus melalui jalur pidana, tetapi bisa juga melalui rekonsiliasi yang mendalam antara kedua belah pihak,” tambah Asepte.
Melalui mediasi ini, Maya dan RHS dapat mengakhiri perselisihan mereka secara damai, tanpa menambah beban bagi kedua pihak.
Kasus ini juga menunjukkan bahwa keadilan bisa dicapai dengan lebih menyeluruh, tidak hanya melalui hukuman, tetapi juga dengan mengedepankan perdamaian dan pemulihan hubungan sosial yang terganggu akibat perbuatan kriminal.
Kejaksaan Negeri Medan berharap pendekatan keadilan restoratif ini bisa diterapkan lebih luas dalam penyelesaian perkara-perkara kriminal, khususnya yang melibatkan tindak pidana ringan atau kasus pertama kali.
“Kami berharap ini bisa menjadi contoh bagi masyarakat bahwa penyelesaian kasus hukum dapat dilakukan dengan cara yang lebih humanis dan mengutamakan perdamaian,” pungkas Asepte.