Notification

×

Iklan

Sidang Kasus Korupsi Rehabilitasi Sekolah di Sumut, Hakim Pertanyakan Pengawasan Proyek

Selasa, 05 November 2024 | 16:57 WIB Last Updated 2024-11-05T09:57:50Z


ARN24.NEWS
- Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan yang diketuai M. Nazir kembali melanjutkan sidang kasus dugaan korupsi terkait proyek rehabilitasi sekolah dan renovasi sarana prasarana di Sumatera Utara, di ruang sidang Cakra II, Senin (4/11).


Sidang dugaan korupsi dengan terdakwa Febrian Susardhi dan Jhon Henri Sianturi beragendakan mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan oleh pihak Kejari Humbang Hasundutan. 


Ketua Majelis Hakim M. Nazir mengajukan pertanyaan mendalam kepada saksi mengenai tanggung jawab dalam pelaksanaan proyek tersebut. 


Dalam persidangan, Hakim Ketua Nazir berulang kali menekankan pentingnya pengawasan dan tanggung jawab dalam pelaksanaan proyek, terutama mengingat adanya laporan mengenai kekurangan volume pekerjaan serta tembok yang roboh tak lama setelah pengerjaan selesai.


"Peristiwa robohnya tembok itu, menurut ahli bukanlah akibat bencana alam, melainkan adanya kekurangan volume pengerjaan pada proyek tersebut sehingga tembok tersebut akhirnya roboh," ujar M. Nazir saat meminta penjelasan dari saksi.


Selain menyoroti insiden tembok roboh, hakim Nazir juga mempertanyakan langkah-langkah yang diambil oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam memeriksa kelayakan teknis perusahaan yang memenangkan tender proyek tersebut. 


"Ini ada atau tidak tim teknis lapangannya?" tanya hakim Nazir, menyoroti pentingnya pengawasan langsung di lapangan.


Hakim juga mempertanyakan langkah-langkah yang diambil oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk memastikan kelayakan teknis perusahaan yang memenangkan tender proyek. 


“Ini ada atau tidak tim teknis lapangannya?” tanya hakim, menyoroti pentingnya pengawasan langsung di lapangan.


Menjawab pertanyaan tersebut, saksi yang bertindak sebagai PPK mengaku bahwa tidak ada tim teknis yang melakukan pemeriksaan di lapangan. 


Pernyataan ini menambah bukti bahwa pengawasan dalam proyek tersebut lemah, yang dapat berkontribusi pada masalah yang terjadi. 


Setelah mendengarkan keterangan saksi, Hakim Ketua M.Nazir menunda persidangan dan dilanjutkan pada Senin (18/11), dengan agenda pembacaan surat tuntutan.


“Sidang ditunda dan dilanjutkan pada Senin (18/11), dengan agenda pembacaan surat tuntutan,” ujar M. Nazir. 


Sebelumnya JPU Tumpal Hasibuan dalam surat dakwaan menyebutkan, kedua terdakwa adalah Febrian Susardhi selaku Wakil Direktur PT. Multi Karya Bisnis Perkasa merupakan Kontraktor atau Pelaksana Pekerjaan dan terdakwa Jhon Henri Sianturi selaku Team Leader Konsultan Pengawas PT Arihta Teknik Persada. 


Dia menjelaskan bahwa kasus itu bermula pada tahun 2020-2021. Saat itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Cipta Karya Balai Prasarana dan Permukiman Wilayah I Provinsi Sumatera Utara melaksanakan paket pekerjaan rehabilitasi dan renovasi sarana dan prasarana sekolah untuk beberapa kabupaten di Sumut.


Sesuai kontrak awal tanggal 11 Juni 2020 dengan jenis kontrak tahun berjalan dengan anggaran sebesar Rp 48.277.608.000 atau Rp 48 miliar. 


Lalu, kemudian dilaksanakan addendum menjadi multiyears berdasarkan pasal 3 dalam kontrak addendum tanggal 6 April 2021 dengan anggaran sebesar Rp 47.974.254.000 atau Rp47 miliar lebih.


"Terdakwa Jhon selaku Tim Leader Konsultan Pengawas PT ATP ditugaskan untuk melakukan pengawasan mutu dan pengawasan volume atas pekerjaan rehabilitasi dan renovasi sarana dan prasarana sekolah untuk beberapa kabupaten," jelasnya.


Lalu, lanjut dia, dari salah satu sampel pengerjaan sekolah yang diambil, yakni di Kabupaten Humbang Hasundutan, ditemukan adanya perbedaan volume yang dikerjakan dengan yang tertera dalam kontrak. Perhitungan sementara dana yang diduga dikorupsi para pelaku, yakni Rp 1 miliar.


Fakta yang ditemukan berdasarkan pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh ahli konstruksi di Kabupaten Humbang Hasundutan, terdapat perbedaan volume antara yang dikerjakan dan yang terdapat dalam kontrak. 


Besar nilai perbedaan volume juga bervariasi yang perhitungan sementara Rp1 miliar lebih. Atas temuan itu, Kejaksaan melakukan serangkaian penyelidikan serta mengumpulkan barang bukti hingga akhirnya menahan kedua terdakwa. (rfn)