Mantan Bendahara Badan Layanan Umum (BLU) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H Adam Malik, Ardriansyah Daulay, saat menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor Medan. (Foto: Istimewa)
ARN24.NEWS – Mantan Bendahara Badan Layanan Umum (BLU) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H Adam Malik, Ardriansyah Daulay, akhirnya divonis 6 tahun penjara dalam sidang di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (4/10/2024).
Selain itu majelis hakim diketuai Andriansyah menghukum terdakwa pidana denda Rp 100 juta subsidair (bila denda tidak dibayar diganti dengan kurungan) selama 1 bulan.
Majelis hakim di beberapa poin mengatakan tidak sependapat dengan JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan Julita Purba.
Dai fakta-fakta terungkap di persidangan, terdakwa justru diyakini terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pasal 2 Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana, sebagaimana dakwaan primair JPU. Bukan dakwaan subsidair sebagaimana tuntutan JPU.
Yakni melakukan atau turut serta secara tanpa hak dan melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang atad penggunaan dana BLU RSUP H Adam Malik Tahun 2018 yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp7.809.455.203.
Hal memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, masih menjadi tulang punggung keluarga dan kooperatif selama persidangan.
“Akibat tidak adanya pengawasan dari mantan Dirut RSUP H Adam Malik dr Bambang Prabowo dan Direktur Keuangan Mangapul Bakara (masing-masing berkas terpisah) sehingga terdakwa leluasa menggunakan dana BLU di luar ketentuan. Sebaliknya Bambang Prabowo maupun Mangapul Bakara bisa leluasa meminta terdakwa mengeluarkan dana BLU, tidak sesuai dengan mekanisme,” urai hakim anggota Yudikasi Waruwu.
Terdakwa telah melakukan pengutipan pajak namun tidak menyetorkannya ke kas negara. Tercatat di Buku Kas Umum (BKU) telah membayarkan tagihan kepada pihak ketiga, namun kenyataannya belum dibayarkan.
“Terdakwa juga membelikan tiket pesawat keluarga dr Bambang Prabowo. Pembelian AC tidak dicatat sebagai aset negara. Mendahulukan pembayaran Akreditasi Joint Commission International (JCI) RSUP H Adam Malik yang telah dianggarkan di DIPA, namun belum direalisasikan serta mengeluarkan dana terkait adanya aksi demonstrasi di RSUP H Adam Malik,” sambung Yudikadi Waruwu.
Selain itu, majelis hakim tidak sependapat dengan JPU mengenai besarnya pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara yang dijatuhkan kepada Ardriansyah Daulay.
Sebagaimana hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Sumut kerugian keuangan negara yang ditimbulkan sebesar Rp 8.059.455.203.
“Dengan demikian, setelah dikirangjan dengan Rp 250 juta yang telah dititpkan terdakwa pada Rekening Penampungan Lainnya (RPL) Kejari Medan, maka terdakwa dikenakan pidana tambahan membayar UP kerugian keuangan negara sebesar Rp 7.809.455.203,” kata hakim ketua Andriansyah.
Dengan ketentuan, sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, harta benda terpidana nantinya disita kemudian dilelang JPU. Bila nantinya juga tidak mencukupi menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana 2 tahun penjara.
Sementara sebelumnya, tim JPU pada Kejari Medan menuntut terdakwa Ardriansyah Daulay agar dipidana 6,5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair 3 bulan kurungan serta membayar UP sebesar Rp3 miliar, dengan ketentuan sama seperti Bambang Prabowo dengan dipidana 3,5 tahun penjara.
Sedangkan beberapa jam sebelumnya terdakwa lainnya, mantan Dirut RSUP H Adam Malik Medan periode 2018 hingga 2020 dr Bambang Prabowo, oleh majelis hakim yang sama divonis 3 tahun penjara dan dipidana denda Rp 100 juta subsidair 2 bulan kurungan, tanpa pidana tambahan membayar UP.
Sedangkan Mangapul Bakara selaku Dirkeu RSUP H Adam Malik divonis 1 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsidair 1 bulan kurungan, juga tanpa UP. (sh)