ARN24.NEWS - Di sudut kecil Kecamatan Biru-biru, Kabupaten Deli Serdang, yakni Desa Mbaruai menjadi saksi bisu dari gelombang ketidakpuasan warganya.
Sejak Agustus 2024, keheningan desa ini pecah oleh isu yang mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin mereka, Kepala Desa Efendy Ginting.
Sebuah cerita tentang janji yang dilanggar, ketidaktransparansian, dan tuntutan akan keadilan yang kini mengemuka.
Janji yang Terlupakan
Kisah ini berawal dari kosongnya jabatan Kasi Pemerintahan di desa tersebut.
Jabatan itu kosong setelah staf sebelumnya mengundurkan diri, dengan alasan peraturan yang dianggap sewenang-wenang dan kurang transparan.
Warga Dusun I dan para pemuda Karojaba awalnya berharap, momen ini menjadi kesempatan bagi mereka untuk terlibat dalam proses pengisian jabatan.
Namun, harapan itu pupus ketika mendengar bahwa posisi tersebut diisi tanpa seleksi dan pendaftaran terbuka.
Yang mengejutkan, posisi tersebut diberikan kepada anak kandung kepala desa, Debby Irma Soraya Bru Ginting.
“Seharusnya, sebagai kepala desa, dia (Efendy Ginting) memegang teguh janjinya untuk bersikap adil. Saat kampanye, dia berjanji tidak akan mempekerjakan keluarganya sendiri. Sekarang, janji itu hanya tinggal kata-kata,” ungkap seorang warga, mengenang janji kampanye yang mulai pudar.
Kecewa dan Ketidakadilan
Kekecewaan warga semakin membuncah ketika melihat Debby Irma hadir dalam rapat-rapat desa dengan mengenakan pakaian dinas, seolah tak ada yang salah.
“Sudah dua bulan dia bekerja dan menerima gaji. Ini tidak adil bagi kami yang menanti kesempatan,” keluh seorang pemuda Dusun I.
Rasa frustrasi menyebar luas, mendorong banyak warga untuk mempertanyakan keputusan yang diambil tanpa transparansi dan tanpa melibatkan mereka yang berhak.
Sejumlah warga juga menyoroti sikap kepala desa yang dianggap arogan dalam menyampaikan kata-kata, menciptakan kesenjangan yang semakin lebar antara pemimpin dan komunitasnya.
“Di masa kampanye, ia bersikap ramah dan penuh janji, namun sekarang seakan lupa dengan apa yang telah diucapkan,” lanjut warga lainnya dengan nada kecewa.
Gelombang Protes di Ambang Pintu
Dengan rasa kecewa yang terus menggunung, warga dan muda-mudi Dusun I menyuarakan rencana mereka untuk menggelar aksi protes jika tuntutan mereka untuk transparansi tidak direspons oleh pemerintah kecamatan.
“Kami akan melakukan aksi, tidak hanya di kecamatan, tapi hingga ke kabupaten jika perlu. Kami hanya ingin keadilan,” tegas seorang warga, menggambarkan tekad yang membara.
Mengapa Transparansi Itu Penting?
Bagi warga Mbaruai, proses pengangkatan perangkat desa bukan sekadar formalitas administratif.
Ini adalah cerminan dari prinsip demokrasi lokal dan kesempatan bagi generasi muda untuk ikut andil dalam pembangunan desa.
Ketika proses ini dilakukan secara tertutup, kepercayaan masyarakat pun tergerus.
Kepala desa, yang seharusnya menjadi pemimpin yang merangkul semua warga, kini berdiri di persimpangan: apakah ia akan mendengarkan suara warganya dan menjunjung transparansi, atau tetap pada keputusannya yang kontroversial?
Dalam upaya mendapatkan klarifikasi, Kepala Desa Efendy Ginting hanya menjawab singkat ketika dikonfirmasi, Selasa (5/11/2024).
“Saya masih di perjalanan, nanti saya akan menghubungi kembali untuk memberikan penjelasan, ujarnya.
Sementara itu, warga Dusun I telah memutuskan untuk tidak lagi berdiam diri.
Mereka siap berdiri bersama, bukan hanya untuk menuntut keadilan bagi satu jabatan, tetapi demi prinsip transparansi dan integritas yang seharusnya ada di setiap pemimpin desa.
Bagi mereka, ini lebih dari sekadar isu lokal—ini tentang menjaga amanah yang pernah diberikan dan memastikan bahwa suara mereka, sekecil apa pun, tetap didengar. (EL Tarigan)