Notification

×

Iklan

Ombudsman RI Sumut: Pengawasan Lapas Narkotika Langkat Belum Maksimal

Jumat, 18 Oktober 2024 | 18:18 WIB Last Updated 2024-10-18T11:18:37Z

Pjs Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sumut, James Marihot Panggabean. (Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
– Narapidana (Napi) Lapas Narkotika Langkat dituntut pidana mati karena mengendalikan peredaran sabu seberat 11 kilogram sabu menggunakan handphone (Hp) dari dalam lapas. 


Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara (Sumut) menilai bahwasanya pengawasan yang dilakukan oleh Lapas Narkotika Langkat belum maksimal. 


Pjs Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sumut, James Marihot Panggabean mengatakan, jika napi mengendalikan peredaran narkoba dari dalam lapas menggunakan handphone, artinya adanya hal yang belum maksimal pada Lapas Narkotika Langkat dalam melakukan pengawasan. 


"Jika ada komunikasi yang terjalin antara napi di dalam lapas dengan orang di luar lapas, menunjukkan adanya penggunaan handphone di dalam Lapas. Artinya ada pengawasan yang belum maksimal atau dikendalikan dan diawasi oleh Kalapas Narkotika Langkat dan jajarannya dalam mengatasi peredaran narkoba," kata James Marihot Panggabean, Jumat (18/10/2024). 


Selain itu James juga menyayangkan jika ada seseorang narapidana yang berada di Lapas Narkotika bisa mengendalikan peredaran narkotika dengan menggunakan handphone. 


"Walau napi tersebut sedang proses peradilan, tetapi adanya napi yang mengendalikan peredaran sabu tersebut hal itu sangat disayangkan, apalagi dengan status narapidana Lapas Narkotika," ucapnya. 


Pjs Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sumut itu juga meminta kepada Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Sumut agar segera melakukan evaluasi terhadap kinerja Kalapas Narkotika Langkat dan jajarannya. 


Hal tersebut, kata James, agar tidak lagi ada narapidana yang berani mengendalikan peredaran sabu dari dalam Lapas. Selain itu, James juga meminta agar Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Sumut menindak jika jajaran Lapas Narkotika Langkat ada ikut bermain dalam peredaran narkotika. 


"Pernyataan kelembagaan WBBK dan WBBM maka pengendalian dan pengawasan harus secara rutin dilakukan secara berkala oleh Kalapas, terlebih dalam berpartisipasi mencegah peredaran narkoba. Evaluasi kerja di Lapas Langkat harus dilakukan oleh Kanwil Kemenkumham Sumut dalam menjamin tidak adanya alat komunikasi dan memberantas narkoba di dalam Lapas," ucapnya. 


"Selain itu, jika ada jajaran Lapas Narkotika Langkat yang ikut memuluskan narapidana dalam melakukan peredaran narkoba dari dalam lapas. Maka Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Sumut agar segera menindaknya," tutup James. 


Untuk diketahui, narapidana (Napi) Lapas Narkotika Langkat dituntut pidana mati oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Belawan. Jaksa meyakini napi bernama Sayed Abdillah itu telah mengendalikan sabu seberat 11 kilogram dari dalam Lapas Narkotika Kelas IIA Langkat. 


“Meminta kepada majelis hakim yang mengadili perkara ini agar menjatuhkan hukuman pidana mati kepada terdakwa Sayed Abdillah,” kata jaksa Bastian Sihombing, Kamis (17/10/2024).


Jaksa menilai perbuatan terdakwa Sayed Abdillah terbukti bersalah melanggar Pasal 114 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. 


Adapun hal memberatkan perbuatan terdakwa pada tuntutan jaksa, karena merupakan residivis narkoba, terdakwa telah beberapa kali terlibat dalam kejahatan yang sama dan masih menjalani hukuman di Lapas Kelas IIA Langkat.


Pada dakwaan jaksa, kasus ini berawal pada Januari 2024, ketika Sayed dikenalkan Adlin (dalam lidik) kepada Yosua Elkana Wijaya Manurung (berkas terpisah), yang membutuhkan pekerjaan. 


Kemudian, mereka berkomunikasi melalui telepon dan WhatsApp dan sepakat bahwa Yosua akan mendapatkan imbalan Rp5 juta per kilogram sabu-sabu yang akan diambil dari Sibolga.


“Pada 30 Januari 2024, Sayed memerintahkan Yosua untuk menjemput 11 kilogram sabu-sabu dan memberikan uang jalan Rp3 juta,” ujar Bastian.


Setelah mendapatkan narkoba tersebut, Yosua dan rekannya Dennis Sitorus (berkas terpisah), menyimpan sabu-sabu di rumah Yosua.


Selanjutnya, mereka membagi sabu-sabu menjadi paket-paket kecil untuk dijual. Dari total 11 kilogram, 9 kilogram telah diserahkan kepada pembeli di berbagai lokasi di Kota Medan. 


Namun pada 6 Februari, Yosua dan Dennis ditangkap oleh petugas Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumut, saat berada di rumah Yosua.


Setelah menerima kabar penangkapan tersebut, Sayed langsung menghapus semua data di handphone-nya untuk menghilangkan jejak komunikasi. 


Petugas BNNP Sumut yang mendapatkan informasi dari Yosua dan Dennis dengan menyatakan sabu-sabu tersebut milik Sayed, petugas melakukan penangkapan terhadap Sayed di Lapas Narkoba Langkat.


Sayed mengaku membeli sabu-sabu dengan harga Rp280 juta per kilogram dan menjualnya seharga Rp300 juta per kilogram dan memperoleh keuntungan Rp20 juta per kilogram.


Dari penangkapan itu, petugas menyita barang bukti dua bungkus plastik yang berisikan sabu-sabu masing-masing seberat 1 kg, dan satu bungkus kecil seberat 0,9 gram.


Diketahui pada tahun 2020, Sayed pernah dihukum dalam perkara narkotika jenis sabu-sabu dan divonis selama 5 tahun 6 bulan, dengan subsider 3 bulan. 


Setelah menjalani hukuman di Rutan Tanjung Gusta Medan, Sayed dibebaskan pada Mei 2023. Namun, kebebasan tersebut tidak bertahan lama. 


Sayed kembali ditangkap oleh petugas Satres Narkoba Polrestabes Medan karena terlibat dalam peredaran narkotika jenis sabu-sabu dan ekstasi.


Kemudian pada Selasa 19 Desember 2023, Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis kepada Sayed dengan pidana penjara selama 20 tahun dan kini Sayed menjalani hukuman di Lapas Narkotika Langkat. (sh