Notification

×

Iklan

Misteri Bisnis Narkoba di Balik Jeruji Besi: Kasus Terpidana Mati Hasanuddin Terbongkar

Kamis, 10 Oktober 2024 | 01:13 WIB Last Updated 2024-10-09T18:17:56Z

Hasanuddin alias Cekgu Bin Suharianto ketika menjalani sidang di kasus narkoba pada tahun 2019. (Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
- Badan Narkotika Nasional (BNN) RI membongkar kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang melibatkan Hasanuddin alias Cekgu Bin Suharianto (34), seorang terpidana mati kasus narkoba kelas internasional.

Meskipun sudah divonis mati di Pengadilan Negeri Medan pada tahun 2019, Hasanuddin masih mampu mengendalikan perputaran uang yang mencapai miliaran rupiah dari balik penjara.


Kasus ini merupakan hasil turunan dari perkara narkoba dan TPPU Nirwansyah Hutagalung, yang saat ini juga menjalani hukuman di Lapas Narkotika Kelas II Langkat. 


Hasanuddin kini akan menghadapi sidang pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejaksaan Negeri Medan terkait kasus TPPU.


JPU Novalita Endang Suryani Siahaan menyampaikan bahwa sidang tuntutan dijadwalkan pada Rabu, 9 Oktober 2024.


"Kami masih menunggu kabar lebih lanjut mengenai sidang tersebut," ungkapnya.


Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas Kelas I Medan, Eben Haezer Depari, membenarkan bahwa Hasanuddin adalah warga binaan di Lapas Medan. 


Ia menjelaskan bahwa pihaknya terus berupaya menindak tegas setiap aktivitas transaksi narkoba di lapas.


"Kami melakukan penindakan bersama pihak kepolisian dan selalu mengawasi narapidana," katanya.


Awal kasus ini terungkap ketika petugas BNN melakukan penyidikan terkait TPPU yang berasal dari tindak pidana narkotika. 


Nirwansyah Hutagalung mengaku membeli narkotika dari Hasanuddin yang beroperasi dari dalam Lapas Kelas I Tanjung Gusta Medan.


Sejak mulai menjalani hukuman di Rutan Kelas I Tanjung Gusta pada Agustus 2019, Hasanuddin tetap melanjutkan bisnis narkobanya. 


Ia berperan sebagai pengendali transportasi kapal hingga tahun 2021, bekerja sama dengan Ardiansyah Pangaribuan alias Waris.


Selama di dalam Rutan, Hasanuddin menjalin kerjasama dengan sesama narapidana, seperti Husen Syukri, untuk menjalankan bisnis narkoba. 


Dia berperan sebagai penjual, sementara Husen sebagai pembeli, yang melibatkan kurir untuk serah terima narkoba di luar penjara.


Pada tahun 2022, Hasanuddin semakin memperluas jaringannya dengan merekrut Sayed Abdillah, yang bertugas mengelola keuangan dan menyediakan gudang untuk penyimpanan narkoba. 


Mereka juga mengatur kurir untuk pengambilan dan serah terima narkotika sesuai perintah Hasanuddin.


Pembayaran dalam bisnis narkoba ini dilakukan melalui transfer, dengan total transaksi mencapai miliaran rupiah. 


Tindakan tersebut berlangsung bahkan ketika Hasanuddin dan Nirwansyah satu kamar di sel Lapas Kelas I Medan.


Hasanuddin memulai bisnis narkotikanya pada tahun 2017, mengambil narkoba dari Malaysia dan membawa ke Tanjung Balai, Sumatera Utara, melalui jalur laut. 


Setelah ditangkap BNN RI pada Maret 2019 dengan barang bukti 72 kilogram sabu-sabu dan ribuan butir pil ekstasi, ia divonis mati oleh Pengadilan Negeri Medan.


Meskipun telah melakukan perlawanan melalui kasasi ke Mahkamah Agung, permohonan tersebut ditolak pada Desember 2020, memaksa Hasanuddin untuk menjalani hukuman mati yang telah dijatuhkan. 


Kasus ini menunjukkan bagaimana jaringan narkoba dapat beroperasi bahkan dari balik penjara, dan pentingnya penegakan hukum yang lebih ketat dalam memberantas kejahatan terorganisir. (rfn)