Notification

×

Iklan

Mantan Wakapolri Oegroseno Pantau Perkara Gugatan Terhadap PT Jaya Beton Indonesia Senilai Rp 642 Miliar

Selasa, 13 Agustus 2024 | 12:27 WIB Last Updated 2024-08-13T05:27:47Z

Mantan Wakapolri Komjen Pol (Purn) Oegroseno (dua dari kanan) didampingi kuasa hukum penggugat saat memberikan keterangan terkait permasalahan ahli waris dengan PT Jaya Beton Indonesia. (Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
– Mantan Wakapolri Komjen Pol (Purn) Oegroseno turun ke Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut) untuk mengumpulkan fakta-fakta terkait permasalahan hukum yang melibatkan  PT Jaya Beton Indonesia (JBI) yang saat ini digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Medan terkait dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) atas lahan yang dikuasainya.


Kepada wartawan di Medan, mantan Kapolda Sumut tahun 2010 itu mengatakan, dirinya bersama tim telah mengunjungi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan untuk mencari tahu fakta hukum terkait asal usul lahan yang menjadi sengketa antara ahli waris Lindawati dan Afrizal Amris selaku penggugat.


"Kehadiran kami di sini untuk memantau dan mencari tahu fakta yang sebenarnya di dapat atas permasalahan hukum yang sedang berjalan itu," kata Oegroseno, Selasa (13/8/2024).


Oegroseno menegaskan bahwasanya jangan terlalu terburu-buru dalam hukum. Sebab, menurutnya hukum merupakan benteng terakhir menyelesaikan sesuatu permasalahan. Maka hal itulah yang nantinya diusahakan agar tidak ada yang dirugikan dalam persoalan tersebut hingga terjadinya win-win solution. 


"Ya mudah mudahan nanti bisa diselesaikan baik baik lah. Tidak ada yang dirugikan. Jangan buru-buru, jangan selalu hukum di depannya. Saat ini kita masih tahap mencari fakta. Tapi itu, lebih bagus nantinya adanya win-win solution. Pokoknya jangan sampai rakyat dirugikan. Intinya itu jangan ada yang dirugikan nantinya pada hal ini," terangnya. 


Sementara itu, Bambang H Samosir selaku penasehat hukum ahli waris juga mengatakan hal serupa. Bambang berharap, kedatangan Oegroseno bisa membantu untuk menyelesaikan persoalan antara PT JBI dan ahli waris. 


Karena hal itulah, Bambang H Samosir SH MH bersama tim kuasa hukum Dwi Ngai Sinaga SH MH sengaja mengundang langsung mantan Wakapolri Oegroseno ke Medan dan mendiskusikan persoalan tersebut. 


"Pada pertemuan pertama kali dengan Pak Oegroseno, membahas tentang masalah tanah yang dialami oleh salah satu masyarakat Medan dengan perusahaan. Nah kemudian, setelah kita diskusi dengan Pak Oegroseno, dan ternyata tertarik untuk membahas ini lebih lanjut dan turun datang ke Medan untuk menindaklanjuti persoalan ini," ucapnya. 


"Besar harapan kita, hadirnya Pak Ogreseno, untuk setidak-tidaknya mau menyelesaikan persoalan antara perusahaan dan klien kami, agar terjadi win-win solution itu yang kami harapkan sebenarnya, kehadiran dari Pak Oegroseno untuk menyelesaikan. Kalau bisa kita memang berdamai antara perusahaan dan klien kami," sambungnya. 


Besar harapan Bambang H Samosir sebab, Oegroseno juga pernah menjabat sebagai Kapolda Sumut yang tentunya banyak mengenal beberapa perusahaan besar yang telah berdiri lama. 


"Harapan kita karena beliau pernah menjabat sebagai Kapolda Sumut, beliau inikan dikenal sama banyak perusahaan. Ya mudah-mudahan suara beliau, kehadiran beliau bermanfaat terhadap masyarakat," tutup Bambang. 


Terkait harapan adanya win-win solution antara PT JBI dan pihak ahli waris juga sangat diharapkan oleh tim kuasa hukum Dwi Ngai Sinaga yang juga merupakan Ketua DPC Peradi Kota Medan. 


Dwi Ngai meminta kepada pihak PT JBI agar mau duduk bersama untuk membicarakan persoalan tersebut lebih dalam terkait penyelesaiannya. Namun, jika PT JBI mau mengkaji surat asli dari tanah yang diduga dikuasai oleh PT JBI, Dwi Ngai mempersilahkan hal tersebut. 


"Kalau memang ini mau dikaji, mulai dari surat aslinya boleh silahkan dikaji di persidangan. Namun, kalau sesuai tadi dari keterangan Pak Oegroseno kalau bisa win-win solution, mengingat berdirinya PT JBI itu sudah dari tahun berapa hingga sekarang," ujarnya. 


Untuk diketahui, saat ini sidang gugatan PMH PT JBI sebesar Rp 642 miliar di Pengadilan Negeri (PN) Medan sedang berjalan. Pada persidangan sebelumnya, majelis hakim telah menyusun jadwal sidang berikutnya. 


Sebelum menyusun jadwal sidang, 

Hakim ketua Lenny mengajukan pertanyaan kepada kuasa hukum penggugat terkait apakah ada perubahan isi gugatan (petitum) atau tidak.


"Hari ini agendanya pembacaan gugatan, apakah ada perubahan atas gugatan? Kalau tidak kita tentukan jadwal sidang berikutnya," kata Lenny, Selasa (9/7/2024) lalu. 


Namun, Bambang H. Samosir selaku kuasa hukum penggugat pun menjawab bahwa tidak ada perubahan dalam petitumnya. 


"Tidak ada perubahan majelis, kami masih tetap pada gugatan," ucapnya.


Adapun isi petitum tersebut, yaitu meminta supaya Majelis Hakim PN Medan untuk menerima dan mengabulkan seluruhnya gugatan yang diajukan.


Kemudian, menyatakan perbuatan tergugat yang menguasai dan menguasai objek perkara milik para penggugat tersebut merupakan PMH. 


Selain itu, penggugat juga meminta hakim untuk menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan atas harta benda milik PT JBI selaku tergugat, baik bergerak maupun tidak bergerak yang diajukan dalam persidangan pemeriksaan gugatan ini.


Selanjutnya, meminta hakim supaya menyatakan penggugat adalah pemilik yang sah dari objek perkara seluas + 128.344,35 m2 atau + 12,83 Ha yang terletak di Jalan Takenaka Lingkungan VI/VII, Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan.


Tak sampai itu, penggugat juga meminta majelis hakim supaya menyatakan segala surat-surat yang timbul atas objek perkara adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 


Kemudian juga memohon kepada hakim supaya menghukum tergugat untuk menyerahkan atau mengosongkan objek perkara dalam keadaan kosong dan sempurna kepada para penggugat. 


Lalu, meminta hakim supaya menyatakan pihak tergugat untuk membayar secara tunai dan seketika ganti kerugian kepada para penggugat, baik materiil maupun immateriil dengan total sebesar Rp 642.221.075.000 (Rp 642 miliar).


Penggugat juga meminta Hakim supaya menghukum tergugat untuk membayar uang paksa sebesar Rp 100 juta, untuk setiap bulannya keterlambatan atas kelalaian menyerahkan atau mengosongkan objek tanah perkara tersebut dan menyatakan putusan perkara ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada perlawanan, banding, kasasi ataupun upaya hukum lainnya. (sh