Notification

×

Iklan

Bela Terdakwa Louis Secara Pro Bono, Andreas Silitonga Minta APH Profesional Tegakkan Hukum

Jumat, 30 Agustus 2024 | 21:52 WIB Last Updated 2024-08-30T14:53:30Z

Ketua tim PH Louis, Andreas Nahot Silitonga, saat diwawancarai wartawan di Pengadilan Negeri (PN) Medan seusai menjalani sidang lanjutan, Jumat (30/8/2024) menjelang magrib. (Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
- Tim Penasehat Hukum (PH) melakukan pembelaan secara pro bono (gratis) terhadap terdakwa Louis Jauhari Fransisko Sitinjak kasus dugaan pemalsuan tanda tangan proposal perdamaian PT Johan Sentosa.


Hal itu diungkapkan ketua tim PH Louis, Andreas Nahot Silitonga, saat diwawancarai wartawan di Pengadilan Negeri (PN) Medan seusai menjalani sidang lanjutan, Jumat (30/8/2024) menjelang magrib.


"Kami hadir di sini ini melakukan pembelaan secara pro bono, kami tidak dibayar. Saya Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Jakarta Pusat, Louis itu anggota saya, jadi ini adalah bentuk kepedulian organisasi kepada anggotanya," ungkapnya.


Oleh karena itu, advokat asal Jakarta tersebut pun meminta supaya Aparat Penegak Hukum (APH) profesional dan tidak semena-mena dalam melakukan proses penegakan hukum. Sebab, menurutnya, kliennya tidak bersalah.


"Saya berharap banyak terhadap penegakan hukum dalam perkara ini. Ya, jangan sampai nanti ada orang yang bisa mempergunakan hukum untuk sesuatu yang kita enggak mengerti gitu, untuk apa? Pertanyaan besarnya, kenapa si Louis ini harus dilaporkan dan dipenjarakan? Itu belum terjawab sama saya," ucapnya.


Kemudian, ia pun berharap semoga seluruh bukti-bukti yang menyatakan kliennya tak bersalah dapat terungkap di dalam persidangan, terutama saat memeriksa pihak PT Tazar Guna Mandiri sebagai saksi.


"Ya, harapan saya pengurus ini nanti bisa memberikan keterangan yang apa adanya, sehingga nanti semakin jelas dan saya yakin itu nanti bisa semakin jelas," ujarnya.


Andreas pun mempertanyakan kerugian yang disebutkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaan sebesar Rp350 juta. Sebab, kata dia, hingga saat ini berdasarkan fakta persidangan tidak ada kerugian.


"Kerugian memang selama ini yang menjadi tanda tanya kami sebenarnya di dalam unsur pemalsuan Pasal 263 KUHP ayat 1 maupun 2, itu harus ada kerugiannya. Padahal, di dalam persidangan ini para saksi yang di minggu ini diperiksa tidak dapat menjelaskan sebenarnya kerugian itu seperti apa," sebutnya.


Dikatakannya, unsur yang terpenting dalam perkara ini adalah kerugian. Apabila nantinya kerugian tidak terbukti ada, maka berarti tidak ada masalah di sini.


"Saya melihat tidak adanya sebuah kerugian, karenakan pailitnya (PT Johan Sentosa) pun bukan karena proposal, melainkan karena tidak membayar fee pengurus," terangnya.


Tak sampai situ, Andreas pun mempertanyakan kualitas Direktur Accounting PT Johan Sentosa, Putri Ayu, yang dihadirkan sebagai saksi oleh JPU pada persidangan tadi.


"Ya, saksinya banyak yang harus kita ingatkan lagi, dia itu kualitasnya saya pertanyakan itu. Karenakan kalau kita lihat definisi saksi itu adalah dia yang harus melihat dan dia yang alami sendiri. Artinya, bukan dengar dari orang pada saat bahas Pasal 263 KUHP," sebutnya.


Sementara itu, terungkap di persidangan, Putri Ayu mengaku tidak mengetahui secara resmi berdasarkan putusan pengadilan bahwa perusahaan yang dipimpinnya dinyatakan pailit. 


Dia mengaku mengetahui pailit perusahaannya itu hanya melalui informasi dari pesan yang tersampaikan di dalam grup PT Johan Sentosa saja.


"Hanya dapat info dari grup saja, tidak ada mengorek lebih jauh atau lebih dalam terkait hal itu," kata Putri di Ruang Sidang Cakra 9 PN Medan.


Selain itu, Putri pun mengungkapkan bahwa salah satu pemegang saham PT Johan Sentosa adalah Surya Darmadi yang diketahui saat ini sedang menjalani hukuman di Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang terkait perkara korupsi. (rfn)