Notification

×

Iklan

Ketua FKDM Sumut Ingatkan Antisipasi Indikasi Pengusik Eksistensi Budaya dan Puak Melayu

Senin, 17 Juni 2024 | 17:42 WIB Last Updated 2024-06-17T10:42:53Z

ARN24.NEWS --
Semua pihak agar mengantisipasi indikasi adanya pihak yang dikhhawatirkan mengusik eksistensi Budaya dan Puak Melayu di tanah leluhur Melayu.
     
Ketua Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Sumut Assoc Prof Dr H Ismail Efendy MSi mengemukakan itu kepada wartawan di Medan, Senin (17/6/2024).
     
Ini disampaikan sehubungan spanduk bertuliskan "Melayu Jangan Dendam" di beberapa lokasi di Medan sejak pekan lalu.
     
Ismail Efendy yang juga salah seorang tokoh sesepuh Melayu pantai timur Sumut dan Wakil Ketua PB.Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (MABMI ), khawatir spanduk yang tidak jelas siapa pemasangnya itu, memunculkan multi tafsir.  

"Bahkan, karena tidak jelas arah kalimat itu bisa memancing opini yang mengusik eksistensi kedaulatan budaya leluhur Melayu. Apalagi dalam suasana menjelang Pilkada Kota Medan sebagai tanah Melayu," tuturnya.
     
Spanduk bertuliskan "Melayu Jangan Dendam" katanya seolah-olah menuduh atau mengimplikasikan bahwa orang Melayu cenderung menyimpan dendam, yang bertentangan dengan nilai-nilai dan tradisi budaya Melayu. 
     
"Dalam budaya Melayu, nilai-nilai seperti keharmonisan, saling memaafkan, dan gotong royong sangat dijunjung tinggi. Menyatakan bahwa Melayu "jangan dendam" bisa dianggap merendahkan atau menyinggung karena seolah-olah mengabaikan atau menantang prinsip-prinsip kebudayaan mereka yang menekankan perdamaian dan toleransi," tuturnya.
     
Dalam sejarah, lanjutnya masyarakat Melayu dikenal sebagai komunitas yang ramah dan terbuka terhadap pendatang. Tidak ada dendam-mendendam. 
     
"Kawasan Melayu, seperti Malaka dan Sumatera, telah lama menjadi pusat perdagangan internasional. Pedagang dari berbagai belahan dunia, termasuk Arab, India, Cina, dan Eropa, berdatangan dan sering kali diterima dengan baik. Interaksi perdagangan ini mendorong hubungan yang saling menguntungkan dan pertukaran budaya," kisahnya.
     
Namun perlu diingat katanya sejarah juga mencatat jika ada ancaman terhadap kedaulatan atau identitas budaya Melayu, masyarakat Melayu umumnya menunjukkan sikap yang tegas dan defensif. 
     
"Beberapa respons sejarah mencerminkan bagaimana mereka mempertahankan hak dan kedaulatan identitas mereka," ujar Rektor Institut Kesehatan Helvetia ini.
     
Dalam konteks Pilkada Medan katanya pernyataan "Melayu Jangan Dendam" bisa memperdalam perpecahan dan polarisasi di antara kelompok etnis atau pendukung calon tertentu jika dianggap sebagai serangan atau tuduhan terselubung.
      
Ini bisa merusak hubungan antar kelompok dan menghambat upaya untuk menciptakan suasana Pilkada yang damai dan harmonis," ujarnya.
    
Oleh sebab itu kepada pihak berwajib diminta menertibkan dan menurunkan spanduk tersebut. Kemudian mengusut siapa pemasangnya untuk dimintai keterangan.
      
"Kami mengimbau semua pihak untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh pernyataan yang berpotensi memecah belah. Masyarakat Melayu dikenal dengan sifat ramah, sopan, dan pemaaf. Mari kita jaga persatuan dan kerukunan di Medan dengan mengedepankan dialog dan kampanye yang positif. Bersama-sama, kita dapat memastikan Pilkada berjalan damai dan menghasilkan pemimpin yang terbaik untuk semua warga," katanya.
     
Dengan pendekatan ini lanjutnya tokoh Melayu Medan dapat membantu menciptakan suasana yang kondusif dan mengarahkan perhatian pada hal-hal yang lebih konstruktif dan positif. (sazr/rel)