Notification

×

Iklan

Sidang Kasus Dugaan Pemalsuan, Hakim Sebut Saksi yang Dihadirkan JPU Hanya ‘Buang Waktu’

Kamis, 16 Mei 2024 | 19:40 WIB Last Updated 2024-05-16T12:40:46Z

Penasihat Hukum terdakwa, Dewi Intan SH, Rahmat Junjungan Sianturi, SH MH dan Angga Pratama SH ketika memberikan keterangan kepada wartawan usai persidangan. (Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
— Sidang kasus dugaan pemalsuan surat atas nama terdakwa Tumirin (62) kembali digelar di ruang Cakra 7, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (16/5/2024). Dalam persidangan yang beragendakan keterangan saksi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) Randi Tambunan dan Anita, menghadirkan Ngadimin (52) selaku Staf Biro Otda atau Analisis Kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut.  


Dalam keterangannya, saksi Ngadimin mengaku pernah melihat 11 Kartu Tanda Pendaftaran Pendudukan Tanah (KTPPT) saat warga Gagak Hitam ke Pemprovsu. Tapi Ngadimin tidak tahu siapa pemilik dan lokasi tanah dimaksud.


Mendengar pengakuan saksi, hakim anggota Khamozaro Waruwu mempertanyakan apa yang yang diketahui saksi terkait kasus dugaan pemalsuan surat tersebut. 


"Jadi apa yang saudara ketahui tentang persoalan pemalsuan ini," tanya hakim kepada saksi Ngadimin. 


Namun, pertanyaan yang dilayangkan hakim tersebut, saksi tak bisa menjawab dan terdiam lesu. 


"Jadi untuk apa anda dihadirkan sebagai saksi? Kalau tidak mengetahui persoalan ini," tegas hakim Khamozaro sembari menilai kehadiran saksi Ngadimin terkesan hanya membuang waktu dan tidak punya makna di persidangan.


Masih dalam persidangan, hakim anggota lainnya, Sarma Siregar, kembali mencecar pertanyaan kepada saksi Ngadimin terkait kasus dugaan pemalsuan tersebut, namun saksi tidak mengetahui secara pasti.


"Yang saya ingat tanda pendaftaran tanah bukan kepemilikan atas tanah," ujar Ngadimin.


"Itu berarti syarat untuk mendapatkan kepemilikan atas tanah," tanya hakim Sarma Siregar kepada saksi.


Menjawab pertanyaan hakim, saksi kembali menjawab tidak tahu. Demikian juga tentang siapa yang menerbitkan KTPPT tersebut. 


“Reorganisasi BPN.Tapi sudah tidak berlaku lagi,” jawab saksi.


Mendengar jawaban, majelis hakim yang diketuai Efrata Happy Tarigan pun kembali mencecar pertanyaan kepada saksi. 


“Berarti KTPPT tersebut diterbitkan pemerintah melalui BPN. Apakah surat itu sah atau tidak itu lain ceritanya? Sekarang kita ingin membuktikan dakwaan JPU bahwa terdakwa Tumirin ini memalsukan atau menggunakan surat palsu," ujar hakim Efrata Tarigan sembari mempertanyakan bagaimana kebijakan Pemprovsu mengatasi persoalan tanah tersebut.


Saksi kembali mengatakan Pemprov Sumut hanya sebagai fasilitasi saja dan kewenangan penuh ada di BPN.


Namun, jawaban saksi membuat hakim geram. Sebab, menurut hakim, karena kesaksian Ngadimin bertolak belakang dengan kesaksian Fitri Siregar dari BPN Sumut yang sudah diperiksa Senin lalu. Maka hakim memerintahkan menghadirkan Fitri Siregar pada sidang berikutnya.


Diketahui Fitri Siregar menyebutkan KTPPT adalah produk Menteri BPN dan kini keberadaannya sudah dihapus.


“Sudahlah, tidak ada gunanya Anda didengar keterangan di persidangan ini. JPU tidak serius menghadirkan ke persidangan. Masak saksi yang tidak tahu persoalan dihadirkan ke persidangan. Padahal masa tahanan terdakwa Tumirin sudah hampir habis," ujarnya, sembari menginstruksikan sidang dilanjutkan pada pekan depan dengan menghadirkan saksi lainnya.


Menanggapi kesaksian dari JPU tersebut, Penasihat Hukum terdakwa, Dewi Intan SH, Rahmat Junjungan Sianturi, SH MH dan Angga Pratama SH mengatakan, perkara Tumirin terkesan dipaksakan.


"Tidak ada satu saksi pun menyatakan terdakwa memalsukan atau menggunakan surat palsu," ujar Advokat cantik tersebut.


Menurutnya, dari saksi yang diajukan JPU termasuk saksi pelapor Agus Cipto dari PT Nusaland mengatakan tidak mengetahui adanya pemalsuan. “Kalau ada pemalsuan, mana surat aslinya," tegasnya.


Bahkan, sambung Advokat dari Jakarta itu, saksi pelapor juga tidak bisa membuktikan surat yang dipalsukan kliennya di persidangan.


“Seharusnya perkara klien kita tidak bisa sampai ke pengadilan ini, karena minimnya pembuktian. Tapi nyatanya terdakwa diadili dan ditahan," ujar. 


Kendati demikian, dirinya akan terus berjuang mendampingi kliennya untuk mendapat keadilan. “Saya jauh- jauh dari Jakarta untuk membela kakek berusia 62 tahun yang tertindas," tegasnya.


Diketahui, JPU Randi Tambunan mendakwa terdakwa Tumirin melanggar Pasal 266 dan Pasal 263 KUHPidana yakni memalsukan dan menggunakan surat palsu. Dalam dakwaannya, JPU mengatakan terdakwa mengklaim tanah milik PT Nusaland yang berlokasi di Helvetia. (rfn)