Surat pemberitahuan penetepan tersangka yang dikeluarkan penyidik Ditreskrimum Polda Sumut. (Foto: Istimewa) |
ARN24.NEWS – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menduga, penyidik Subdit III Tipikor Direktorat Reskrimsus memberikan keistimewaan (privilege) kepada 2 tersangka kasus dugaan suap (korupsi) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Kabupaten Langkat.
Sebab, hingga saat ini penyidik belum melakukan penahanan terhadap dua oknum kepala sekolah dasar di Pancur Ido Salapian, dan Tebing Tanjung Selamat, Kabupaten Langkat, yakni Awaluddin serta Rahayu Ningsih, meski telah ditetapkan sebagai tersangka.
Selain itu, belum ada penetapan tersangka terhadap aktor intelektual untuk kasus PPPK Langkat.
"Namun, pasca penetapan tersangka tersebut Polda Sumut sampai saat ini tidak melakukan penahanan terhadap keduanya (tersangka). Patut kita menduga adanya keistimewaan," sebut Direktur LBH Medan, Irvan Saputra dalam keterangannya, Kamis (16/5/2024).
Dijelaskannya, penetapan tersangka 2 oknum kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) itu berdasarkan surat nomor: B/1252/III/RES7.4/Ditreskrimsus tertanggal 27 Meret 2024.
Dia menilai, tindakan penyidik itu tidak profesional dan menimbulkan tanda tanya besar bagi masyarakat, khususnya para guru honor di Kabupaten Langkat (Pelapor), yang dizalimi karena kecurangan dan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan seleksi PPPK Kabupaten Langkat tahun 2023.
"Bukan tanpa alasan. Sering kali ketika masyarakat miskin atau tidak mampu melakukan dugaan tindak pidana semisal pencurian, penipuan dan lainya pihak kepolisian tanpa basa basi langsung melakukan penahanan," kecamnya.
Dia menyebut, tidak ditahannya kedua tersangka oknum kepala sekolah tersebut jelas telah melukai rasa keadilan di masyarakat, khususnya pelapor.
Karena itu, LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) secara tegas mendesak Polda Sumut untuk segera melakukan penahanan dan menetapkan tersangka aktor intelektualnya.
"Jika hal ini tidak segera dilakukan, maka secara tidak langsung Polda Sumut telah merusak institusinya sendiri dan menimbukan untrust (ketidak kepercayaan) masyarakat terhadap Polri," sebutnya.
Menurut dia, ketidakprofesionalan tersebut jelas telah bertentangan dengan undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang kepolisan RI dan Peraturan Kepolisian RI Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.
"Sejatinya kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Kabupaten Langkat Tahun 2023 telah melanggar Pasal 1 ayat (3) Undang-undang 1945, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo Declaration Of Human Right (deklarasi universal hak asasi manusia/duham) Undang-undang nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002. PemenpaRB 14, Kepmenpan 658,659,651 dan 652," tuturnya.
Menjawab wartawan, Irvan menambahkan, kalau memang harus mendesak penyidik Polda Sumut dalam penanganan kasus PPPK Langkat untuk bekerja profesional dengan unjuk rasa, maka akan dilakukan.
Dia mengaku, pihaknya sudah menyurati Kapolri agar kasus dugaan korupsi PPPK Langkat diusut tuntas hingga ke aktor intelektualnya.
"Terkait unjuk rasa, Insya Allah akan kita lakukan. Kalau menyurati Kapolri sudah dilakukan," pungkasnya.
Terpisah, Kabid Humas Polda Sumut saat dikonfirmasi mengaku pihaknya masih terus mendalami kasus tersebut.
“Penyidik masih terus mendalami dan melakukan pemeriksaan lebih lanjut,” tandasnya. (sh)