Notification

×

Iklan

Kejati Sumut Kembali Hentikan 5 Perkara Secara RJ

Rabu, 15 Mei 2024 | 12:36 WIB Last Updated 2024-05-15T05:36:05Z

Ekspose 5 perkara kepada JAM Pidum yang diwakili Direktur TP Oharda Nanang Ibrahim Soleh, Koordinator dan Para Kasubdit pada JAM Pidum Kejagung, dari ruang vicon lantai 2 Kantor Kejati Sumut Jalan AH Nasution Medan. (Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
– Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara diwakili Wakajati Sumut M. Syarifuddin didampingi Aspidum Luhur Istighfar beserta para Kasi kembali mengusulkan 5 perkara kepada JAM Pidum yang diwakili Direktur TP Oharda Nanang Ibrahim Soleh, Koordinator dan Para Kasubdit pada JAM Pidum Kejagung, dari ruang vicon lantai 2 Kantor Kejati Sumut Jalan AH Nasution Medan, Selasa (14/5/2024).

 

Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan SH MH menyampaikan bahwa 5 perkara yang diusulkan berasal dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Langkat An. Tsk. Supiandi Als Andi melanggar Pasal 363 Ayat (1) Ke-3 KUHPidana. Kejari Humbang Hasundutan An. Tsk. Tiwi Romauli Sinambela melanggar Pertama Pasal 378 KUHP atau Kedua Pasal 372 KUHP.


Kemudian dari Kejari Tanjung Balai  An. Tsk Sandro Hermes melanggar Pasal 351 Ayat 1 KUHP, dari Kejari Gunungsitoli  An. Tsk Melisokhi Hura melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP dan dari Kejari Medan An Tsk. Steven Angat melanggar Pasal 44 (1) KDRT subs Pasal 335 ayat (1) KUHP.


"Setelah diusulkan dan disetujui untuk dihentikan penuntutannya dengan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ) berdasarkan Perja No. 15 Tahun 2020, setelah memenuhi syarat bahwa tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya tidak lebih dari 5 tahun penjara, kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan tersangka tidak lebih dari Rp 2,5 juta," papar Yos.


Lebih lanjut mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini menyampaikan, yang terpenting dari usulan ini adalah antara tersangka dan korban saling memaafkan dan proses perdamaian atau saling memaafkan disaksikan keluarga kedua belah pihak, tim penyidik dari Polres, tokoh masyarakat, JPU dan Kajari.


"Proses perdamaian antara tersangka dan korban telah membuka ruang yang sah untuk mengembalikan keadaan kepada keadaan semula. Karena, dengan pemidanaan dikhawatirkan tersangka akan menyimpan rasa dendam di kemudian hari, dengan berdamai antara tersangka dan korban tidak ada lagi menyisakan rasa sakit hati," tandasnya. (sh)