Bupati Labuhanbatu nonaktif, Erik Adtrada Ritonga saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan. (Foto: Istimewa)
ARN24.NEWS – Bupati Labuhanbatu nonaktif, Erik Adtrada Ritonga, ternyata menerima suap sebesar Rp 4,9 miliar, bukan Rp1,7 miliar seperti yang disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang beragendakan dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (30/5/2024) sore.
Selain Erik, Rudi Syahputra selaku anggota DPRD Labuhanbatu juga didakwa menerima suap sebesar Rp 4,9 miliar dari para kontraktor untuk mengamankan proyek di Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Labuhanbatu.
Seusai persidangan, Fahmi Ari Yoga selaku JPU menjelaskan kepada awak media bahwa uang suap tersebut diberikan para kontraktor melalui Rudi.
"Dalam dakwaan, kita dakwakan bahwa yang bersangkutan telah menerima uang suap itu sebesar Rp 4.985.000.000 (Rp4,9 miliar) dari para kontraktor melalui Rudi. Rudi sendiri sebagai orang kepercayaan Erik," jelas JPU.
Dijelaskan Fahmi, uang suap tersebut merupakan fee dari proyek yang akan dan sedang berlangsung di wilayah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Labuhanbatu.
"Di mana teknis pengumpulannya itu dilakukan oleh Rudi dan uang-uang itu adalah sebagai bentuk fee proyek yang telah disusun sebelumnya," ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa pada awal tahun anggaran Erik memerintahkan Rudi untuk mengamankan setiap proyek yang ada di Labuhanbatu.
"Nah, jadi di awal tahun anggaran Erik memerintahkan kepada Rudi untuk mengkondisikan proyek-proyek yang ada di Labuhanbatu khususnya di dinkes dan Dinas PUPR," terangnya.
Kemudian, lanjut Fahmi, terkait perusahaan siapa yang memenangkan dan mengerjakan proyek itu urusan belakangan.
"Yang penting orangnya dulu, misalnya katakan nama si A, kemudian si A itu menggunakan apa. Nah, bagaimana untuk memenangkan proses tendernya, itu yang mengatur semuanya Rudi dan terhadap kegiatan itulah fee proyek yang nanti juga diserahkan di akhir tahun kepada Erik selaku bupati," bebernya.
Fahmi pun menyebut, saat ini pihak-pihak yang melakukan penyuapan kepada Erik berjumlah 4 orang dan kini keempat orang tersebut telah menjadi terdakwa dalam kasus suap ini.
"Semua yang hadir sebagai terdakwa di sini itu penyuap, yaitu Efendy Sahputra alias Asiong, Yusrial Suprianto Pasaribu alias Anto, Fazarsyah Putra, dan Wahyu Ramdhani Siregar. Cuma teknisnya semua itu diatur oleh Rudi," sebutnya.
Atas perbuatan tersebut, jaksa pun mendakwa perbuatan Erik dan Rudi telah melanggar Pasal 12 huruf b Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 56 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan primer.
"Dakwaan subsider, perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Rudi Syahputra tersebut merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf b Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 56 ayat (1) KUHP," tandas Fahmi.
Usai membacakan dakwaan tersebut, selanjutnya majelis hakim diketuai As'ad Rahim menunda persidangan hingga Kamis (6/6/2024) mendatang dengan agenda pembacaan nota keberatan (eksepsi) dari para terdakwa. (sh)