Notification

×

Iklan

Mencari Keadilan ke Mahkamah Agung, Dantra Minta Dirinya Divonis Bebas dari Dakwaan JPU

Rabu, 10 Januari 2024 | 12:16 WIB Last Updated 2024-01-10T05:16:04Z

Ilustrasi. Dantra (35) warga asal Aceh Tenggara, terdakwa kasus Narkotika meminta keadilan ke Mahkamah Agung. (Foto: Net)

ARN24.NEWS
– Mahkamah Agung (MA) diminta agar menjatuhkan vonis bebas terhadap Dantra alias Dran Bin Rajasah (35) warga asal Aceh Tenggara, yang didakwa melakukan tindak pidana Narkotika jenis sabu seberat 25,76 gram.


Permintaan itu disampaikan terdakwa Dantra melalui penasihat hukumnya Esron Tito Napitupulu SH, dalam keterangan tertulisnya yang diterima wartawan di Medan, Rabu (10/1/2023).


“Kita meminta agar majelis hakim MA mengubah putusan Pengadilan Tinggi (PT) Banda Aceh dengan nomor perkara: 487/PID.SUS/2023/PT BNA, tertanggal 20 Desember 2023, yang menjatuhkan hukuman kepada klien kita dengan pidana penjara selama 8 tahun penjara dan membebaskan klien kita dari segala dakwaan JPU,” katanya.


Sebab, Ia menilai putusan PT Banda Aceh tersebut secara jelas dan nyata dapat dilihat tidak ada memuat pertimbangan pertimbangan hukum yang cukup, cermat, nyata dan objektif serta tidak ada memuat dasar-dasar hukum yang merupakan alasan-alasan putusannya.


“Bahwa bila merujuk yurisprudensi MA, proses pemeriksaan oleh tingkat banding yang sedemikian itu merupakan praktik pemeriksaan yang salah sebagaimana termuat dalam Yurisprudensi MA Nomor 951 K/SIP/1973, tertanggal 9 Oktober 1975,” katanya.


Dimana, sambung Esron, pada pokoknya menyatakan pemeriksaan tingkat banding yang seolah-olah seperti di tingkat Kasasi yang hanya memperhatikan apa yang diajukan oleh Pembanding adalah salah, seharusnya pemeriksaan Banding mengulangi pemeriksaan keseluruhan, baik mengenai fakta maupun penerapan hukum.


“Bahwa pertimbangan judex facti Pengadilan Tinggi yang secara serta merta mengambil alih seluruh pertimbangan hukum judex facti Pengadilan Negeri dengan hanya sekedar merubah pidana yang dijatuhkan terhadap klien kita. Oleh karena itu, putusan PT Banda Aceh harus dibatalkan,” tegasnya.


Apalagi, kata Esron, dari fakta persidangan kliennya ketika ditangkap oleh pihak kepolisian sama sekali tidak ada ditemukan Narkotika jenis sabu dan JPU juga tidak mampu membuktikan bahwa sabu seberat 25,75 gram adalah dalam penguasaan terdakwa.


“Selain itu, ketika di Pengadilan Negeri (PN) Kutacane, dari fakta hukum di persidangan baik dari bukti-bukti surat maupun dari keterangan saksi-saksi tidak pernah terungkap dan tidak pernah terbukti, bahwa terdakwa yang memiliki sabu tersebut,” ujarnya.


Bahkan, kata Esron Tito Napitupulu, terdakwa Dantra ditangkap pihak kepolisian hanya berdasarkan pengakuan dari saksi Hendri alias Hen yang semula menyatakan terdakwa adalah pemilih narkotika jenis sabu tersebut.


“Namun, keterangan itu telah diubah saksi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di tingkat penyidikan, dan juga telah diterangkan oleh saksi di muka persidangan,” katanya.


Nah, sambungnya, jika dicermati juga dari keterangan terdakwa yang pada pokoknya membantah bahwa barang bukti yang  ditemukan pada saat pada saat penangkapan tersebut adalah milik seorang pria bernama Ari dan bukan milik terdakwa.


“Sesungguhnya terdapat kejanggalan, sebab bagaimana mungkin terdakwa dan saksi Hendri alias Hen bisa sama-sama menyatakan bahwa barang bukti ditemukan pada saat penangkapan tersebut adalah milik Ari sedangkan ketika saksi Hendri mengubah keterangan pada BAP Penyidikan adalah ketika terdakwa masih dalam status DPO,” sebutnya.


Lanjut dikatakannya, berdasarkan bangunan argumentasi hukum tersebut, patut demi hukum Putusan PN Kutacane Nomor: 38/Pid.Sus/2023/PN Ktn tertanggal 18 Oktober 2023 dan putusan PT Banda Aceh Nomor 487/PID.SUS/2023/PT BNA tertanggal 20 Desember 2023, haruslah dibatalkan adanya.


“Karena tidak mencerminkan adanya kepastian hukum dalam penegakan hukum, kebenaran dan keadilan, sebab tidak didasarkan atas fakta-fakta yang timbul di depan persidangan serta telah salah dan keliru dalam menerapkan ketentuan hukum yang berlaku,” tegasnya lagi.


Oleh karena itu, Ia berharap majelis hakim di tingkat Kasasi dapat mengubah putusan tersebut dan membebaskan kliennya dari segala dakwaan JPU Rifo Cundra.


“Kita meminta agar MA membatalkan Putusan PT Banda Aceh Nomor 487/PID.SUS/2023/PT BNA tertanggal 20 Desember 2023. Membebaskan terdakwa Dantra oleh karena itu dari semua dakwaan Penuntut Umum,” harapnya sembari menegaskan lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah.


Sebelumnya, PN Kutacane, pada 18 Oktober 2023 lalu, menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Dantra alias Dran Bin Rajasah dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp1 miliar dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana 6 bulan penjara.


Ia dinilai terbukti bersalah memiliki Narkotika jenis sabu seberat 25,67 gram sebagaimana diatur dalam Pasal 112 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.


Tak terima dengan putusan itu, Dantra pun mengajukan banding, namun pada tanggal 20 Desember 2023, PT Banda Aceh malah menghukum dirinya dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda Rp1 miliar subsidair 3 bulan penjara.


Karena merasa dizalimi, Ia pun tak berhenti mencari keadilan, pada tanggal 05 Januari 2024, Dantra pun resmi melakukan perlawanan dengan mengajukan Kasasi dan berharap agar MA dapat membebaskannya dari segala hukuman yang tidak pernah dilakukannya.


Diketahui, Dantra merupakan Kepala Desa (Kades) Perapat Sepakat yang terpilih dari hasil pemilihan Kades serentak sebanyak 269 desa tersebar pada 16 Kecamatan di Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh pada Sabtu, 17 Juli 2021. Pria yang sudah memiliki sepasang bocah ini sebelum dilantik menjadi Kades Perapat Sepakat pada Jumat, 23 Oktober 2021, menekuni profesi sebagai penambangan pasir di Sungai Alas. (rfn)