Terdakwa Dedy AP ketika menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Medan beberapa waktu lalu. (Foto: Istimewa)
ARN24.NEWS – Tuduhan saksi pelapor atau korban kasus penggelapan, Edwin (50) warga Jalan Brigjen Katamso Medan terhadap terdakwa Dedy AP (40) soal kasus penggelapan Rp390 juta yang dituduhkan kepadanya dinilai terlalu mengada-ada.
"Dia (Edwin-Red) mengada-ngada. Sebab kasus tersebut cenderung ranah perdata," kata terdakwa Dedy AP kepada wartawan, Senin (18/12/2023).
Sementara itu, menanggapi keberatan korban atas tuntutan 1 tahun 2 bulan atau 14 bulan penjara yang diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap dirinya dan akan melaporkan oknum Jaksa tersebut kepada Jaksa Bidang Pengawasan.
Terdakwa Dedy AP mengatakan sebenarnya yang layak keberatan itu dirinya. Sebab, Ia menilai perkara yang dituduhkan Edwin cenderung perkara perdata, karena uang Rp200 juta yang dikeluarkan seluruhnya untuk kepentingan mengurus perkara yang dihadapi Edwin.
"Semua uang dikeluarkan atas persetujuan dan diketahui Edwin dan jumlahnya Rp200 juta, bukan Rp390 juta," ujar terdakwa Dedy.
Dari Rp 200 juta tersebut, kata terdakwa, saksi pelapor sudah menerima cicilan Rp10 juta sehingga sisa hutang tinggal Rp190 juta lagi.
"Kalau sudah terjadi kesepakatan menerima cicilan berarti perkara itu cenderung perkara perdata bukan pidana," ujar terdakwa warga Jalan Amal Medan tersebut.
Terdakwa Dedy mengakui ada memberikan bilyet giro sebesar Rp190 juta kepada Edwin sebagai jaminan dari kesepakatan pembayaran hutang tersebut. Namun belakangan diketahui Edwin mengadukan terdakwa.
"Saya gak tau alasannya kenapa Edwin melaporkan saya dengan tuduhan melakukan penipuan dan penggelapan Rp390 juta," ujarnya.
Menurut Dedy, apakah uang yang dikeluarkan Rp200 juta ditambahkan bilyet giro Rp190 juta itu yang menjadi kerugian Edwin.
"Kalau itu yang terjadi saya menilai tuduhan tersebut terlalu mengadu. Jadi bagaimana uang cicilan yang diterima Rp 10 juta," ujar mantan Ketua Masyarakat Anti Pungli Indonesia( MAPI) Sumut tersebut.
Terpisah Praktisi Hukum asal Medan Rizky Ananda SH menilai bila terjadi kesepakatan utang antara pihak berarti perkara itu Perdata bukan pidana.
"Kalaupun dipaksakan menjadi perkara pidana tuntutan Jaksa 14 bulan itu bukanlah tuntutan yang ringan," ujarnya.
Menurutnya, terdakwa lah pihak yang merasa dirugikan atas perkara tersebut, bukan saksi pelapor yang menuding ada KKN dalam tuntutan yang dibacakan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan, Rabu lalu.
Diketahui, perkara ini bermula ketika korban Edwin mempunyai perkara di Polrestabes Medan. Lalu, terdakwa Dedy AP mengaku bisa menyelesaikan perkara tersebut, dengan meminta sejumlah uang kepada korban secara bertahap.
Namun setelah uang diberikan, perkara tersebut tidak kunjung selesai dan uang yang telah diberikan korban kepada terdakwa Dedg AP juga tak dikembalikan.
Tak terima dengan hal itu, korban pun melaporkan peristiwa yang dialaminya ke Polrestabes Medan. Kemudian, pada Jumat (21/7/2023), di Jalan Amal, Kecamatan Medan Sunggal, tepatnya di depan Komplek Evergreen terdakwa Dedy AP ditangkap pihak Satreskrim Polrestabes Medan.
Akibat perbuatan terdakwa Dedy AP, korban Edwin mengalami kerugian sebesar Rp390 juta. (rfn)