Notification

×

Iklan

Kejatisu Usulkan 4 Perkara Dihentikan Penuntutannya Secara RJ

Selasa, 05 September 2023 | 18:36 WIB Last Updated 2023-09-05T11:36:32Z

Ekspose perkara yang diajukan Kejatisu untuk dihentikan secara RJ kepada JAM Pidum. (Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
– Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) kembali mengusulkan (ekspose) 4 perkara untuk dihentikan penuntutannya dengan pendekatan humanis berdasarkan Perja No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Perkara dengan Pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ). 


Ekspose perkara disampaikan Kajati Sumut Idianto SH MH didampingi Wakajati Sumut Joko Purwanto SH, Aspidum Luhur Istighfar SH MH, Kasi TP Oharda Zainal SH MH, kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil Zumhana yang diwakili    Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (selaku Plh. Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda), Sugeng Hariadi, SH, MH dan pejabat lainnya, dari Ruang Vicon Lantai 2 Kantor Kejati Sumut, Senin (4/9/2023).


Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan SH MH menyampaikan, bahwa hingga awal September 2023, Kejati Sumut sudah menghentikan 92 perkara dengan pendekatan keadilan restoratif. 


Termasuk 4 perkara yang disetujui Jampidum dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah dari Kejaksaan Negeri Tanjung Balai dengan tersangka atas nama Halim Perdana Atmaja Alias Halim melanggar Pasal 44 ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Lingkup Rumah Tangga.


Kemudian, perkara dari Cabang Kejaksaan Negeri Tapanuli Utara Di Siborongborong atas nama tersangka Ronny Hutasoit melanggar Pasal 406 ayat (1) dari KUHPidana, kemudian dari Kejaksaan Negeri Labuhanbatu atas nama tersangka Ariel Putra Simamora melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana.


Serta perkara dari Cabjari Deli Serdang di Labuhan Deli dengan tersangka atas nama Masri Hamdani alias Bondan melanggar Pasal 111 UU No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan “melakukan perbuatan menadah hasil usaha perkebunan yang diperoleh dari hasil penjahrahan atau pencurian atau Pasal 107 Huruf d UU No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan 

“memanen/memungut hasil perkebunan secara tidak sah”.


Menurut Yos, 4 perkara ini disetujui JAM Pidum untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan Perja No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.


Artinya di antara tersangka dan korban dalam hal ini pihak perkebunan tidak ada lagi dendam dan telah membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.


"Penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini lebih kepada esensinya, lebih mengedepankan tindakan humanis kenapa seseorang itu melakukan tindak pidana, dan pelaku tindak pidana menyesali perbuatannya dan menyampaikan permohonan maaf kepada korbannya. Dalam proses perdamaian, korban juga memaafkan pelaku yang berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya," kata Yos.


Lebih lanjut Yos menyampaikan, bahwa proses penghentian penuntutan 4 perkara ini sudah mengikuti beberapa tahapan dan yang paling penting dalam penghentian penuntutan perkara ini adalah pelaku belum pernah melakukan tindak pidana dan proses perdamaian antara tersangka dan korban disaksikan tokoh masyarakat, keluarga dan jaksa penuntut umum. (sh)