ARN24.NEWS -- Tak pernah terpikirkan di benak seorang Aris Rinaldi Nasution untuk menjabat Ketua Forum Wartawan Hukum (Forwakum) Sumatera Utara. Apalagi kini memasuki dua periode masa kepemimpinannya. Sebab, menurutnya, hidup ini terus mengalir dan semuanya sudah diatur oleh sang Khalik.
"Adakalanya kita harus melawan arus, tapi sedaya mungkin dalam hidupku mengalir mengikuti alur arus. Intinya harus amanah, tak cuma dalam berkeluarga tapi juga di organisasi," singkat pria kelahiran 24 Juli ini di salah satu warung mie Aceh di Jalaan SM Raja, kemarin.
Satu periode memimpin, menurut Aris bukanlah waktu yang singkat. Walau satu periode dalam AD/ART Forwakum Sumut cuma 3 tahun, tapi Aris menyebut telah putar otak. Sebab tanggung jawab dan beban anggota berada di pundaknya. Setelah mendapat posisi Ketua Forwakum Sumut, nama Aris Rinaldi Nasution perlahanberkibar.
“Aku juga merasa dizolimi saat aku bekerja di salah satu online dan perusahaan ini, bang. Makanya aku berusaha akan membaut media online sendiri,” lirih lulusan sekolah Padamu Negeri Medan ini. Aris pun sempat curhat, usai periode pertama memimpin Forwakum Sumut, dirinya ingin melepas jabatan (tak ingin dipilih lagi-red).
Pun harus sempat menolak untuk menaungi Forwakum Sumut periode 2023-2026, tapi anggota, penasihat dan dewan lainnya tetap menjatuhkan pilihan kepadanya. Pemilihan itu sendiri berlangsung di Green Hill City, Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sabtu (9/9/2023) sore.
Aris Rinaldi Nasution SH terpilih kembali secara aklamasi menahkodai perahu besar Forwakum Sumut setelah melalui Kongres Forwakum Sumut yang dihadiri seluruh penasihat, pengurus dan para anggota.
Kepengurusan Aris Rinaldi ini dibantu Sekretaris, Ansah Tarigan Amd dan Bendahara M Zulfadli Siregar S Sos beserta para pengurus dan seksi lainnya. Ketua Forwakum Sumut Aris Rinaldi mengucapkan rasa terima kasihnya kepada para rekan-rekan seperjuangan di Forwakum Sumut.
Sebenarnya perjalanan Aris Rinaldi Nasution di kancah jurnalistik Pengadilan Negeri Medan, itu bukanlah mudah. Sekilas Aris menceritakan pernah mendapat penolakan saat melakukan peliputan. Itu terjadi pada 2018. Terhitung antara lima tahun berlalu.
Saat itu tak banyak orang yang mengenalnya. Dengan tekad dan keberaniaan serta perintah atasan, Aris menjajakkan kaki wilayah yang selalu bersentuhan dengan hukum tersebut.
Nah, di PN Medan, pria berpostur kurus ini tak memiliki teman. Dia mencari berita dengan memasuki satu persatu ruang sidang PN Medan. Sedikit (memang) grasak-grusuk. Kata orang Medan, setidaknya lasak.
Tetap membawa tas kulit berwarna coklat, laki berkumis tipis itu masuk ke ruang
Cakra 3 PN Medan. Ya, saat itu kalau tidak salah sidang menyangkut kasus Narkoba.
Sejumlah jurnalis duduk bergabung dengan tamu yang menyaksikan sidang berlangsung.
Namun dia tak mangambil kursi. Hanya berdiri di antara pembatas majelis hakim, kuasa hukum dan jaksa. Pun telah dibatasi dengan papan triplek, namun dia cuma berdiri di sana. Mata tajam memandang dan mendengarkan. Dan berselang beberapa menit kemudian, majelis hakim memasuki ruang sidang Cakra 3 PN Medan tersebut.
Setelah duduk, majelis hakim memulai jalannya persidangan. Di tengah keheningan ruang sidang, nyatanya pria tersebut merogoh hapenya dari saku celana. Jeprat…..jeprett, melakukan tugas jurnalis mengambil dokumentasi. Pun masih dikata sesuai tupoksi ke-jurnalis-an, namun ketua majelis hakim menegurnya.
“Sebentar, stop!” kata ketua majelis hakim menghentikan jaksa yang sedang membaca runtun tuntutan. Hal itu pun membuat seisi ruang sidang Cakra 3 PN Medan terperangah. Begitu juga dengan para jurnalis yang berada di sana saling bertatapan. Artinya, ada penasaran di hati mengapa pria itu berani mengambil dokumentasi.
“Kok foto-foto. Kan belum ada perintah foto. Kamu dari mana,” sergah ketua majelis hakim sambil memeloti laki mengenakan kaos legann pendek tersebut. “Saya wartawan,” singkatnya. “Seharusnya kamu tak boleh memfoto sebelum ada perintah,” balas sang ketua majelis hakim. “Jadi gimana, sudah memfotonya!” tanya ketua majelis hakim lagi.
Tanpa bilang ya atau tidak, laki itu menyandarkan diri di tembok ruang sidang Cakra 3 PN Medan. Kembali sidang dilanjutkan dengan agenda pembacaan tuntutan. Setelah jemari lincah pria tersebut bermain menulis kata perkata di dalam ponselnya mengikuti jalannya sidang.
Usai sidang, dia pun keluar. Rekan jurnalis yang ada di PN Medan sempat bertanya-tanya. Siapa gerangan pria yang coba melawan arogansi ketua majelis hakim yang memimpin jalannya persidangan. Nah, di saat rehat, dia pun memperkenalkan diri.
“Saya Aris, bang. Wartawan baru ditugaskan di sini sama pimred saya,” ujarnyamengenalkan diri saat itu.
Pergunjingan atas sikap pria yang baru memperkenalkan bernama Aris Rinaldi Nasution tersebut membuahkan pro-kontra sekalangan wartawan. Ada yang bersikap hal yang dilakukan Aris benar adanya, dan ada yang menolak. Namun di balik itu semua bahwa Aris Rinaldi Nasution telah menjalankan tugas jurnalistik sebagaimana perintah atasannya.
Apalagi, kata Aris (saat rehat) itu, tugas jurnalis dilindungi oleh UU Pers. Siapa Aris Rinaldi Nasution sebenarnya? Ada bersuara, mungkin dia (Aris) petugas yang sengaja menyaru, atau dan banyak percakapan lainnya yang muncul menanggapi dirinya hadir di PN Medan.
Berlalu dari peran Aris ‘Menolak Arogansi Hakim di Ruang Sidang’, pastinya kini dikotomi majelis hakim melarang bagi jurnalis mengambil dokumen di ruang sidang, itu perlahan mulai reda. Dan Aris Rinaldi Nasution pun termotivasi melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana hukum.
Dalam artian, dia ingin mendalami lebih lagi soal hukum. Apalagi saat ini hukum, yang katanya cuma berlaku pada masyarakat lemah. Sembari mengobok-obok google, tak jarang Aris Rinaldi Nasution belajar mengenai seluk beluk hukum, pasal demi pasal dan lainnya.
Dengan adanya kasus kecil yang menimpa Aris Rinaldi Nasution, jajaran PN Medan sekarang tampak akrab dengan wartawan. Mungkin, setelah kasus itu barulah ada ide menyeragamkan dan menyatukan wartawan yang ada di PN Medan lewat salah satu komunitas.
Gagasan itu sebenarnya, seperti kabar berkembang sudah ada sejak dulu. Namun tidak dirawat dan akhirnya pecah lagi. Dari diskusi beberapa wartawan PN Medan, mereka menyatukan visi dan misi membentuk Forum Wartawan Hukum (Forwakum) Sumatera Utara. AD/ART disusun untuk pemilihan ketua. Dan salah satunya yakni Aris Rinaldi Nasution, sang pria ‘Menolak Arogansi Hakim di Ruang Sidang’.
Atas sikap kerendahan hati dan menghormati serta mengayomi, Aris Rinaldi Nasution terpilih sebagai Ketua Forwakum Sumut periode pertama. Seiring berjalannya waktu, dia mulai menyatukan kubu perkubu di PN Medan. Memang diakui, Aris Rinaldi Nasution, yang pada tahun 2021 mengikuti Ujian Kompetisi Wartawan Dewan Pers melalui PWI dan dinyatakan lulus pada 31 Maret 2021, juga seorang yang loyalitas. Tak memikirkan diri pribadi dan lebih mengutamakan anggota.
Bahkan, baik wartawan senior atau senior bertugas di PN Medan itu dirangkulnya. Aris Rinaldi Nasution, kalau ditelisik awalnya bukanlah orang faham akan hukum. Dia masih mencari nafkah di salah satu perusahaan sebagai petugas keamanan. Di sela santai saat kerja, Aris Rinaldi Nasution kerap menyempatkan waktu mengedit berita dari pimpinan redaksi tempatnya bernaung.
Soal organisasi, Aris Rinaldi Nasution pernah bergabung dengan salah satu wadah buruh Sumatera Utara. Nah, di perusahaan setelah dia menjalani tugas, banyak kejanggalan yang tampak di matanya. Itu akibat ‘hegemoni’ pemimpin perusahaan tempatnya mencari nafkah. Terutama menyangkut hak-hak karyawan, hingga dirinyaseolah berikrar harus bisa membantu kaum lemah.
Dan itu tak terkecuali ketika dia diberi amanah memimpin Forwakum Sumut. Di waktu dan tempat berbeda, Aris Rinaldi Nasution nongkrong di salah satu warung Mie Aceh yang ada di Jalan SM Raja. Pun sudah tahu tetek bengek pekerjaannya selama ini, namun Aris kembali berujar bahwa dirinya hanya seorang Satpam.
“Aku cuma Satpam-nya, bang. Namun aku tak bisa melihat kawan, sahabat dan orang merengek atau pun dizolimi perusahaan. Makanya aku bergabung ke organisasi buruh di sini,” tukasnya.
Dan Alhamdulillah, kata pria yang juga telah mengikuti Digital Talent digelar oleh Kominfo RI bekerjsama dengan Dewan Pers, PWI dan AJI yang meliputi 80 jam pelatihan ini, setelah satu periode memimpin jalannya tampuk Forwakum Sumut, pergerakan itu telah ‘booming’. Malah, lanjut Aris, ada sejumlah daerah yang ingin bergabung dengan Forwakum Sumut.
“Pastinya yang sudah ada di Sergai,” singkatnya. Usai dilantik, di hadapan para anggota yang berhadir saat itu, Aris menyebut bahwa tanpa peran masing-masing individu yang bernaung di Forwakum Sumut, kepemimpinannya di periode sebelumnya tidak akan jalan baik.
“Saya mengucapkan ribuan terima kasih atas kepercayaan keluarga besar di Forwakum Sumut yang hingga saat ini masih mempercayai saya menahkodai perahu besar Forwakum Sumut,” kata Aris sapaan akrabnya yang menyandang status wartawan berkompeten dari Dewan Pers ini.
Semoga Forwakum Sumut, tutur Aris, dapat terus eksis memperjuangkan hak-hak hukum masyarakat lewat pemberitaan yang mengedepankan kerja-kerja jurnalistik secara proporsional.
“Dalam waktu dekat kita juga akan menghadapi tahun politik yakni Pilpres, Pileg dan Pilkada tentunya tidak terlepas nantinya ada perkara hukum dugaan kecurangan pemilihan umum (Pemilu). Diharapkan rekan sejawat yang bernaung di Forwakum Sumut dapat berkontribusi melalui pemberitaan dan siap mengawal proses demokrasi secara objektif merujuk pada Kode Etik Jurnalistik dan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tegas Aris.
Kepada stakeholder yang telah berkontribusi mensukseskan acara, imbuh Nasution, mewakili kawan-kawan Forkum Sumut ia mengucapkan ribuan terima kasih.
“Semoga kemitraan dengan stakeholder terkait yang selama ini terjalin baik terus berkesinambungan,” pungkas Alumni Jurusan Ilmu hukum di Yayasan Prof Mariam Darus STIH Graha Kirana Medan. (saze)