Notification

×

Iklan

8 Oknum Diduga Peras 2 Waria Belum Disidang Etik, LBH Medan Sindir Propam dan Ditreskrimum Poldasu

Sabtu, 01 Juli 2023 | 12:06 WIB Last Updated 2023-07-01T05:06:54Z

Deca dan Fury, dua transpuan yang melaporkan telah diperas dengan cara dijebak oleh oknum Polri Polda Sumut. (Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
– Viralnya kasus AKBP Achiruddin Hasibuan yang menghebohkan seantero negeri, kini Medan dihebohkan kembali dengan viralnya dugaan tindak pidana pemerasan dan penjebakan/rekayasa kasus yang dilakukan oknum perwira Polri dan tim Polda Sumut terhadap 2 transpuan (waria) yakni, Deca dan Puri.


Diketahui dugaan tindak pidana yang terjadi pada, 19 20 Juni 2023 lalu itu telah dilaporkan secara resmi oleh Deca di Polda Sumut sebagaimana Surat Tanda Penerimaan Laporan No: STTLP/B/758/VI/2023/SPKT/ POLDA SUMUT, tanggal 23 Juni 2023.


Artinya telah 8 hari pasca laporan tersebut, namun sampai saat ini Propam dan Ditreskrimum Polda Sumut belum melakukan sidang etik dan pemeriksaan dugaan tindak pidana tersebut. 


"Hal ini menimbulkan tandanya besar, karena berbeda dengan proses hukum dugaan tindak pidana yang dilakukan AKBP Achiruddin Hasibuan yang diketahui pasca 7 hari viralnya video tindak pidana tersebut, Polda Sumut melakukan sidang etik dan pemeriksaan pidananya secara maraton. LBH Medan mempertanyakan ini, ada apa dengan Propam dan Ditreskrimum Polda Sumut?," tegas Direktur LBH Medan, Irvan Saputra dalam keterangannya, Sabtu (1/7/2023).


Dilanjutkan Irvan, LBH Medan menilai harusnya proses hukum terhadap lebih kurang 8 oknum terduga pelanggar etik dan pelaku dugaan tindak pidana tersebut sama dengan proses penegakan hukum AKBP Achiruddin Hasibuan.


"Bahkan harusnya bisa lebih cepat. Bukan tanpa alasan tindak pidana yang dialami Deca jelas sangat mencoreng institusi Polri dikarenakan diduga dilakukan secara terstruktur dan sistematis serta melibatkan oknum perwira Polda Sumut," tegas Irvan lagi.


Dijelaskan Irvan, terkait permasalahan a quo, diketahui Propam Polda Sumut telah melakukan pemeriksaan terhadap korban, saksi dan para terduga pelanggar kode etik dalam katagori berat sebagaimana Pasal 17 ayat (3) Perpol 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.


Perlu diketahui, saat pendampingan pemeriksaan korban dan saksi yang dilakukan LBH Medan pada Senin, 26 Juni 2023 lalu di Propam Polda Sumut, Irvan menduga adanya kejanggalan dimana pada saat pemeriksaan saksi dan korban sekitar pukul 17.30 WIB, Kabid Propam Polda Sumut Kombes Dudung menyampaikan kepada LBH Medan untuk melakukan Press Rilis bersam, karena hal ini merupakan perintah Kapolda Sumut. 


Namun hal tersebut tidak terlaksana dikarenakan satu dari personil LBH Medan harus mengajar di jam yang sama.


Dugaan kejanggalan tersebut diketahui pasca pendampingan oleh tim LBH Medan yaitu sekitar pukul 21.00 WIB. Dimana sebelum meninggalkan Propam Polda Sumut, tim LBH Medan mendapatkan kabar dan pesan dari Kabid Propam.


Pesannya dengan mengatakan, 'Besok kita press rilis jam 11 dan pengembalian uang (barang bukti) perkara a quo, sekalian sampaikan terima kasih kepada Kapolda Sumut terkait respon cepat Kapolda Sumut atas permasalahan ini, tolong sampaikan ke pak Irvan'. 


"LBH Medan menduga apa yang disampaikan Kabid Propam telah bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, terkait dengan pengembalian uang tersebut sangat aneh dimana tindak pidananya sedang berproses di Ditreskrimum dan sudah seyogyanya barang bukti tersebut berada pada penyidik, namun dengan gampangnya Kabid Propam menyampaikan akan mengembalikan barang bukti kepada korban pada saat press rilis," tuding Irvan. 


Pihaknya pun menduga, hal tersebut merupakan bentuk perdamaian antara para terduga pelanggar etik dan pelaku tindak pidana dengan korban. 


"Disinyalir nantinya tindakan tersebut dilakukan sebagai bentuk pertimbangan dugaan pemeriksaan pendahuluan dapat dihentikan apabila adanya penyelesaian perkara melalui perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 Ayat (1) huruf d Perpol 7 Tahun 2022," kata Irvan.


Padahal, masih kata Irvan, tindakan para pelanggar dan pelaku pidana diduga telah melanggar UUD 1945 sebagaimana pada Pasal 1 ayat (3) dan 28, UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM, Pasal 368, 220 & 318 KUHPidana, UU Nomor 12 Tahun 2005 Tentang ICCPR, DUHAM serta diduga telah melanggar Pasal 5, 7, 8, 12 dan 13 Perpol 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.


"Oleh karena itu LBH Medan secara tegas meminta kepada Propam Polda Sumut untuk melakukan tugas dan fungsinya secara profesional, prosedural dan proporsional dalam hal ini dengan segara melakukan sidang etik terhadap para terduga pelanggar. Seraya meminta kepada Ditreskrimum untuk memeriksa perkara a quo dengan segera demi terciptanya keadilan dan kepastian hukum di masyarakat khususnya terhadap korban," tegas Irvan.


Kabid Humas Poldasu Kombes Pol Hadi Wahyudi saat dikonfirmasi ulang perihal hal ini, belum menjawab. Namun sebelumnya, juru bicara Kapolda Sumut ini mengatakan bahwa pihaknya sedang mendalami laporan korban.


"Dari laporan SPKT yang diterima saat ini sudah ditindaklanjuti oleh penyidik Ditreskrimum. Dimana materi laporan yang dilaporkan terkait adanya dugaan pemerasan oleh oknum anggota Polri," sebut Hadi, Selasa (27/6/2023) lalu. 


Selain itu, kata Hadi, Bidang Propam Polda Sumut juga telah melakukan pemeriksaan terhadap 4 oknum Polda Sumut yang diduga melakukan pelanggaran atas laporan dugaan pemerasan itu. 


"Di lain sisi penyidik propam juga secara berkesinambungan sudah melakukan pemeriksaan terhadap empat orang oknum anggota Polda Sumatera Utara yang disebutkan di dalam laporan saudara K alias D dan rekannya. Itu masih berjalan dan saat ini pemeriksaan masih berjalan," katanya.


Berita sebelumnya, seorang transpuan bernama Kamaludin alias Deca mengaku diperas diduga oleh oknum polisi. Kejadian itu terjadi di Mapolda Sumut.


Usai ditangkap pada 19 Juni 2023 lalu di salah satu hotel oleh kurang lebih 8 orang, Deca dan Fury diperas saat berada di Polda Sumut pada 20 Juni 2023.


Menurut korban, para oknum polisi itu awalnya meminta uang sebesar Rp100 juta. Namun karena tidak sanggup dan ketakutan akhirnya meminta penawaran Rp35 juta dan akhirnya putus di Rp50 juta. 


Karena ketakutan mereka mengirim Rp50 juta dengan transfer melalui bank. Kasus ini pun dilaporkan dengan surat laporan nomor STTLP/B/758/VI/2023/SPKT/Polda Sumut. (sh)