Notification

×

Iklan

Phil Knight-Sosok di Balik Kesuksesan Sepatu Nike, Berharta Rp604 Triliun

Minggu, 04 Juni 2023 | 15:00 WIB Last Updated 2023-06-04T08:00:00Z

Phil Knight, sosok di balik keberadaan Sepatu Nike menjadi salah satu orang terkaya dunia dengan nilai kekayaan tembus Rp604 triliun. (Basith Subastian/CNNIndonesia).

ARN24.NEWS
– Bagi kebanyakan orang, sepatu Nike mungkin tidak terlalu asing terdengar di telinga. Tetapi, berbeda hal dengan nama Phil Knight. Banyak orang mungkin dan pasti sangat asing dengan nama ini.


Padahal, Phil Knight merupakan nama yang cukup berperan besar di balik kemunculan sepatu Nike.


Mengutip berbagai sumber, Phil Knight mempunyai nama lengkap Philip Hampson Knight. Ia lahir Portland, Oregon, AS pada 24 Februari 1938 lalu dari keluarga pengacara yang bekerja menjadi penerbit surat kabar.


Dengan kata lain, kini Knight saat ini sudah berusia 85 tahun. Knight kecil dibesarkan di Eastmoreland dan bersekolah di Cleveland High School. Di sekolah ini, ia terbentuk.


Hal itu terjadi usai ayahnya menolak memberikan pekerjaan liburan musim panas kepadanya dengan alasan; percaya bahwa anaknya bisa mencari pekerjaan sendiri.


Karena penolakan itu, Knight remaja pergi ke Oregonian untuk bekerja menjadi pegawai pembuat tabulasi skor olahraga.


Demi pekerjaannya itu, setiap pagi ia harus lari sejauh tujuh mil. Kebiasaan itu membuatnya bercita-cita menjadi atlet lari.


Untuk mewujudkan cita-citanya, ia bergabung dengan tim lari. Di tim itu, ia dilatih Bill Bowerman.


Bowerman adalah pelatih tim lari olimpiade AS. Bowerman melatih banyak juara olimpiade dan dunia dan karena itu ia dianggap sebagai salah satu pelatih terbaik sepanjang sejarah.


Kebersamaan dengan Bowerman dan Knight inilah yang kemudian melahirkan sepatu Nike. Semua berawal dari rasa putus asa Bowerman terhadap kualitas sepatu lari yang tersedia untuk para atletnya di akhir 1950-an.


Ketika dipakai, sepatu itu sering membuat kaki penggunanya lecet. Hal itu mendorongnya untuk membuat sendiri sepatu lari. 


Ia bereksperimen membuat desain dan sepatu yang lebih nyaman dan ringan bagi pelari. Dan hasilnya luar biasa, sepatu nyaman digunakan.


Dari situlah kemudian muncul niat bisnis dari Bowerman untuk bermitra dengan Knight supaya produksi sepatu yang dia rancang bisa ditingkatkan dan dipasarkan.


Keduanya sepakat masing-masing berinvestasi US$500 untuk memulai bisnis sepatu yang mereka beri merek Blue Ribbon Sport. Selanjutnya, mereka berbagi tugas. Bowerman bertugas mendesain sepatu. Sementara Knight bertugas mencari sepatu yang nyaman dan memasarkannya.


Demi mewujudkan itu, Knight berkeliling dunia mencari perusahaan pembuat sepatu berkualitas untuk kemudian dijadikan mitra.


Berlabuhlah dia di Kobe Jepang. Di sana ia tertarik dengan kualitas produk merek Tiger yang diproduksi oleh Onitsuka Co. Knight berhasil mendapatkan hak distribusi sepatu tersebut untuk Amerika Serikat bagian barat.


Terjalinlah kerja sama antara ia dan Onitsuka. Kerja sama berbuah sukses. 


Desain dan kualitas sepatu yang lebih baik di banding produk yang beredar di pasar Amerika saat itu, membuat bisnis Bowerman dan Knight laris manis.


Produk sepatu Blue Ribbon Sport yang tadinya hanya dirancang untuk atlet lari kemudian mereka kembangkan, termasuk untuk kebutuhan fesyen.


Setelah sukses itu, Knight yang awalnya hanya menjadikan bisnis sepatu sebagai pekerjaan paruh waktu akhirnya meninggalkan posisinya sebagai seorang akuntan.


Ia fokus membesarkan Blue Ribbon Sport bersama dengan Bowerman. Atas saran dari karyawan pertama Blue Ribbon, Jeff Johnson, Knight dan Bowerman kemudian mengganti merek Blue Ribbon Sport menjadi Nike.


Merek Nike diambil dari nama dewi kemenangan dalam mitologi Yunani. Knight sebenarnya tak menyukai nama itu.


Tapi, keyakinan bahwa merek itu akan membawa kesuksesan akhirnya membuatnya menerima merek itu. Akhirnya, pada 1971 nama Nike resmi meluncur. Dan benar saja, naluri Knight soal nama Nike terbukti.


Sejak memakai nama Nike, penjualan sepatunya menjadi meledak. Imbasnya, pada 1980, Nike berhasil tumbuh menjadi perusahaan sepatu besar.


Mereka menguasai 50 persen pangsa pasar sepatu atletik di AS. Mereka juga go global.


Sepanjang 1980 an, Nike terus memperluas produknya tak hanya untuk lari saja, tapi juga untuk seluruh cabang olahraga.


Nike terus membesar bahkan mampu mengakuisisi sejumlah perusahaan. Salah satunya; perusahaan sepatu kets, Converse dengan harga US$309 juta.


Kesuksesan dalam membangun Nike itu membuat kekayaan Knight melesat. Forbes mencatat kekayaan Knight tembus US$40,7 miliar. Kalau dirupiahkan dengan kurs Rp14.848 per dolar AS, kekayaan itu tembus Rp604,32 triliun.


Kekayaan itu membuatnya menjadi orang terkaya nomor 27 dunia pada Februari 2023.


Kekayaan yang mencapai ratusan triliun tak membuat Phil Knight melupakan kodratnya sebagai manusia. Ia tak menggunakan kekayaan yang dimilikinya untuk kesenangan pribadi.


Ia banyak mendonasikan kekayaannya untuk kegiatan amal. Untuk menjembatani kegiatan amal itu, Knight mendirikan Philip H. Knight Charitable Foundation Trust pada 1990 lalu.


Tercatat beberapa amal yang ia sudah lakukan dengan hartanya. Pada 2006 misalnya, ia mendonasikan US$105 juta kepada Stanford Graduate School of Business.


Pada 2016 Knight juga menyumbangkan US$400 juta untuk memulai program pendidikan tingkat pascasarjana Knight-Hennessy Scholars yang terinspirasi oleh Rhodes Scholarship.


Lulusan dari program itu dituntut untuk mengatasi tantangan global, seperti perubahan iklim dan kemiskinan. 


Pada Mei 2022, Knight juga menyumbang US$75 juta untuk mendirikan Phil and Penny Knight Initiative for Brain Resilience. 


Inisiatif ini didirikan di Wu Tsai Neurosciences Institute Stanford dan dirancang untuk meneliti penurunan kognitif dan penyakit otak degeneratif seperti Parkinson dan Alzheimer.


Karena donasi-donasi itu, ia dijuluki sebagai dermawan paling dermawan. (dzu)