Notification

×

Iklan

Jauhi 'Jajan': Kasus Sifilis Meningkat di Bandung Duduki Posisi Kedua Setelah Papua

Senin, 12 Juni 2023 | 11:27 WIB Last Updated 2023-06-12T04:27:25Z

ARN24.NEWS --
Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Barat (Jabar) Kota Bandung menjadi daerah tertinggi kedua kasus sifilis setelah Papua. Hal ini berdasarkan data skrining pada periode 2018-2022. Pada 2022, temuan Kemenkes mencatat terdapat 3.186 kasus sifilis di Jawa Barat. Dari jumlah itu, yang berobat masih sekitar 1.570 orang.

Rochady HS Wibawa, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jabar menjelaskan, skrining dilakukan di beberapa area yang telah ditentukan di kabupaten dan kota di Jawa Barat. Hasilnya, terdapat jumlah kasus sifilis yang paling tinggi di Kota Bandung.

“Di Kota Bandung, dari 29.552 pemeriksaan yang dilakukan, terdapat 830 orang yang dinyatakan positif mengidap sifilis. Meskipun pemeriksaan juga dilakukan di wilayah lainnya, angkanya fluktuatif tergantung pada kepadatan penduduk. Namun, Kota Bandung memiliki angka tertinggi,” ungkap Rochady, Sabtu kemarin. 

Dikatakan, bahwa skrining hanya dilakukan di Kota Bandung dan beberapa wilayah lainnya di Jawa Barat. Jika skrining dilakukan menyeluruh, kemungkinan temuan kasus akan lebih tinggi daripada data saat ini.

“Angka kasus sifilis di Kota Bandung memang tinggi, bahkan yang tertinggi. Namun, perlu diketahui bahwa ini terkonsentrasi di area lokalisasi. Jika skrining dilakukan secara menyeluruh di setiap rumah, angka tersebut bisa lebih tinggi,” tambahnya.

Sementara itu di daerah penyangga Ibukota, seperti Depok dan Bekasi terbilang kecil dibanding Kota Bandung. Di Depok, hanya ada tiga kasus dari hasil pemeriksaan 10.713 orang, sedangkan Bekasi tercatat 53 kasus dari pemeriksaan 8.548 orang.

“Kalau masalah tergolong kecil atau besar itu tergantung jumlah responden yang diperiksa juga,” ujarnya.

Pemprov Jawa Barat pun terus berupaya menekan kasus sifilis atau Raja Singa di seluruh kabupaten dan kota. Upaya itu direalisasikan melalui distribusi obat di puskesmas dan pelatihan tenaga kesehatan yang meliputi survei, terpadu biologis, dan perilaku (STBP).

Selain obat,  pihak Pemrov mengatakan salah satu bentuk pencegahan adalah bertobat dan jangan melakukan maksiat, terutama melakukan hubungan seksual sebelum menikah.

“Obat tidak ada masalah di puskesmas sudah ada, di rumah sakit juga ada, cuman memang bagaimana yang sakit itu bisa mau berobat. Intinya yang sudah tekena segera bertobat dan melakukan penjagaan penularan dengan mengunakan alat pengaman dan yang belum kena jangan melakukan hubungan seks di luar nikah,” tutupnya. (hdy/nt)