ARN24.NEWS -- Delapan awak Kapal Motor (KM) Rezeki Nauli ukuran 30 GT ditetapkan sebagai tersangka kasus penggunaan bahan peledak pada kegiatan penangkapan ikan atau Destructive fishing (DF) di wilayah Samudra Hindia.
Kepala Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Lampulo, Akhmadon mengatakan, delapan nelayan tersebut berinisial RI (53 thn) Nakhoda, AP (52), RH (41), DF (43), BH (42) EK (43), EA (28) dan VD (43).
“Kita juga mengamankan barang bukti berupa Dupa yaitu sebagai sumbu peledak, Korek api satu pack, satu karung botol kaca kosong untuk tempat bahan peledak, ikan karang jenis ekor kuning 4 ribu Kg sebanyak 5 fiber,” kata Akhmadon, kemarin.
Barang bukti berupa ikan tersebut akan diuji kelayakan konsumsi. Ia mengatakan jika hasilnya layak dikonsumsi maka ikan tersebut akan di lelang. Terkait kapal yang ditangkap, kata Akhmadon, KM Rezeki Nauli diduga berasal dari Sibolga, Sumatra Utara (Sumut).
“Kedelapan tersangka tersebut dikenakan undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Pasal 84 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1),” ujarnya.
Selain itu, tersangka tersebut melakukan destructive fishing (DF) di perairan simeulue yang merupakan daerah konservasi. Hal itu bisa menimbulkan dampak besar pada perairan tersebut.
“Oleh karena itu, kita tegas menindaklanjuti permasalahan ini dan saya menghimbau kepada masyarakat agar bersama-sama melakukan memerangi DF,” sebutnya. Dia juga mengimbau bagi masyarakat uang menggunakan DF untuk menangkap ikan agar tidak dilakukan lagi.
Hal itu lantaran membahayakan lingkungan dan penggunanya. Destructive fishing merupakan kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan, alat atau cara penangkapan ikan yang dapat merusak sumberdaya ikan maupun lingkungannya, seperti menggunakan bahan peledak, bahan kimia, setrum, dan alat tangkap lainnya yang tidak ramah lingkungan. (ajnn/nt)