Dahman Sirait diadili secara online beberapa waktu lalu di Pengadilan Tipikor Medan. (Istimewa)
ARN24.NEWS – Hukuman Dahman Sirait, mantan Ketua Komisi A DPRD Kota Tanjungbalai (sesuai dakwaan-red) akhirnya diperberat dari semula 4 tahun penjara menjadi 6 tahun bui.
Hasil penelusuran riwayat perkara (SIPP) PN Medan, Selasa (25/4/2023), majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Medan diketuai Pahatar Simarmata dengan anggota majelis John Pantas Lumbantobing dan Aronta menyatakan, mengubah putusan Pengadilan Tipikor Medan.
Dahman Sirait semula dihukum 4 tahun penjara dan dipidana denda Rp200 juta subsider (bila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana) 3 bulan kurungan, diubah menjadi 6 tahun penjara dengan pidana denda dan subsider yang sama.
PT Medan juga sependapat dengan majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan yang diketuai Immanuel Tarigan. Perkaranya kini sedang dalam proses kasasi di Mahkamah Agung (MA) RI.
Terdakwa diyakini terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU No 20 Tahun 2001 perubahan atas UU No 31 Tahun 2009 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, sebagaimana dakwaan primair JPU pada Kejari Tanjungbalai Asahan (TbA).
Diberitakan sebelumnya, JPU Ruji menuntut Dahman Sirait agar dipidana 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan, tanpa pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara.
"Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, terdakwa melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait pekerjaan Peningkatan Ruas Jalan Lingkar Kota Tanjungbalai TA 2018. Terdakwa diyakini sejak awal ikut 'bermain' dalam pekerjaan. Terdakwa memfasilitasi saudara sepupunya Endang memfasilitasi pertemuan dengan pemilik PT Fela Ufaira (FU) Riadi Aldi Nasution dan kemudian Endang Hasmi dijadikan sebagai Direktur di perusahaan tersebut," urai Ruji.
Pada setiap pekerjaan terdakwa akan mendapatkan fee sebesar 1 persen dari nilai pagu pekerjaan. Demikian menjadi penghubung dengan PT Citra Mulia Perkasa Abadi (CMPA) menjadikan Anwar Dedek Silitonga menjadi salah satu Direktur. Pekerjaan dibayarkan tidak sesuai progres yang dituangkan dalam kontrak.
Pada berkas terpisah, 2 rekanan yang mengerjakan peningkatan jalan yakni Anwar Dedek Silitonga (44) selaku mantan Direktur PT CMPA dan Endang Hasmi, 49, sebagai Direktur PT FU.
Maupun pihak konsultan pekerjaan, Abdul Khoir Gultom (32) juga selaku Direktur CV Dexa Tama Consultant (DTC), telah berkekuatan hukum tetap.
Putusan kasasi oleh MA RI, kedua rekanan diganjar 7 tahun penjara dan membayar denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Terpidana Endang Hasmi dikenakan pidana tambahan membayar UP kerugian negara Rp1.849.931.602 dikurangkan Rp40 juta dikarenakan telah menitipkan / mengembalikannya ke penuntut umum subsidair 2 tahun penjara.
Sedangkan terpidana Anwar Dedek Silitonga dikenakan UP sebesar Rp1.153.762.691 juga dengan subsidair yang sama dengan Endang Hasmi.
Untuk terpidana Abdul Khoir Gultom (32) selaku konsultan juga selaku Direktur CV Dexa Tama Consultant (DTC), MA RI memperingan hukumannya menjadi 1,5 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider 1 bulan kurungan. PT Medan sebelumnya menghukum terpidana 2 tahun penjara.
Sementara, nama Robby Maessa Nura, selaku staf Marketing Pemasaran di PT Bangun Karya Sembilan Satu (BKSS), hingga kini masih misteri. Sementara 4 lainnya telah dan sedang diproses hukum di MA RI.
Robby Maessa Nura merupakan pihak yang menerima pekerjaan dari kedua terpidana rekanan. Hal itu jelas bertentangan dengan Perpres Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan diketuai Immanuel Tarigan didampingi anggota majelis Eliwarti dan Rurita Ningrum sempat memberikan masukan agar JPU membuat sprindik baru atas nama Robby Maessa Nura, pasca permohonan praperadilannya (prapid) dikabulkan PN Tanjungbalai. (sh)