Ilustrasi serikat pekerja. Foto: (CNN Indonesia/Safir Makki)
ARN24.NEWS -- Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) mendesak pemerintah hadir dan peduli terhadap nasib pekerja di Indonesia, yang saat ini dinilai kehilangan kepastian jaminan pekerjaan, jaminan upah layak, dan jaminan sosial.
Presiden ASPEK Mirah Sumirat menyuarakan 5 tuntutan dalam Hari Buruh (May Day) 2022. Dua di antaranya adalah menolak dan mendesak pembatalan UU Cipta Kerja, serta setop PHK sepihak dan massal.
"Dimudahkannya pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan kompensasi pesangon yang jauh lebih sedikit dibandingkan ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan telah berdampak pada terjadinya badai PHK massal di seluruh Indonesia, dengan dalih efisiensi perusahaan," kata Mirah lewat pernyataan tertulis, Minggu (1/5/2022).
Ia menilai dampak merugikan UU Cipta Kerja lainnya juga menyangkut penetapan upah minimum yang justru melanggengkan politik upah murah di Indonesia.
Selain itu, ASPEK Indonesia juga menilai hak kebebasan berserikat di banyak perusahaan di Indonesia, masih jauh dari harapan.
Sehingga, mereka menyampaikan dua tuntutan lainnya, yakni menolak pemberangusan serikat pekerja, dan menolak revisi UU 21/2000 tentang serikat pekerja/buruh.
"Masih banyak terjadi upaya pemberangusan serikat pekerja yang dilakukan manajemen perusahaan. Di sisi lain, fungsi pengawasan dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan dan Dinas Tenaga Kerja di berbagai wilayah, juga masih sangat memprihatinkan," beber dia.
Terkait penolakan rencana revisi UU Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Mirah berpendapat UU tersebut sudah cukup memberikan jaminan perlindungan hak untuk berserikat bagi pekerja.
"Tidak perlu diutak-atik lagi oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI), karena UU 21/2000 adalah undang undang yang lahir dalam semangat reformasi untuk memberikan jaminan kepada pekerja dan rakyat," tegas Mirah.
ASPEK Indonesia menilai pemerintah belum sungguh-sungguh melaksanakan amanat UUD 1945, Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan, tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Menurut Mirah Sumirat, Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 mengamanatkan dua kewajiban pemerintah, yaitu memberikan pekerjaan dan memberikan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Ia menilai bukti paling konkret minimnya keberpihakan negara terhadap nasib pekerja, adalah Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) Nomor 11 Tahun 2020 yang tetap dipaksakan.
Selain itu, ASPEK Indonesia juga menuntut pemerintah untuk sungguh-sungguh mengendalikan harga kebutuhan pokok masyarakat yang kerap naik belakangan ini.
"Pemerintah harus tegas dan menindak siapa pun yang ingin mempermainkan harga kebutuhan barang pokok rakyat," ucap Mirah. (wel/chri)