Ilustrasi lapas. (iStockphoto/AZemdega)
ARN24.NEWS -- Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan over kapasitas atau kelebihan hunian kapasitas lembaga permasyarakatan (lapas) di Indonesia mencapai 115 ribu orang.
Dia mengatakan kapasitas lapas di Tanah Air hanya 160 ribu, sementara penghuninya ada 274 ribu.
"Penghuni kita 274 ribu padahal kapasitas kita hanya 160 ribu. Jadi kita kelebihan hampir 115 ribu," kata Eddy, sapaannya, dalam CNNIndonesia TV, Kamis (14/4/2022).
Eddy menyebut dengan jumlah narapidana yang begitu besar, artinya lapas kekurangan 20 ribu petugas keamanan. Maka dari itu, kata dia penyelesaian di luar pengadilan menjadi perhatian bersama.
Munculnya Peraturan Polri No. 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) menurut Eddy merupakan suatu kemajuan, sebab kata dia polisi adalah penjaga pintu gerbang dalam sistem peradilan pidana.
Lebih lanjut, Eddy menyampaikan bahwa restorative justice tidak sama dengan penghentian perkara, melainkan bagian dari sistem peradilan pidana.
"Satu hal yang harus kita sampaikan ke masyarakat bahwa jangan mengartikan restorative justice sama dengan penghentian perkara. Kita harus memasukan Restorative Justice sebagai bagian dari sistem peradilan pidana sehingga ada kepastian," ujarnya.
Selain itu, dikatakan Eddy, di dalam doktrin hukum pidana, terdapat alasan penghapus pertanggungjawaban pidana.
Salah satu teori penghapusan pidana tersebut dikenal dengan istilah pointless of punishment yang memiliki arti menghukum yang tidak perlu. Oleh karena itu, ia menilai langkah-langkah yang diambil Polri dalam konteks restorative justice dirasa sudah tepat.
Eddy menyebut restorative justice memiliki dua pengertian. Pertama, restorative justice dari segi konsep mengandung makna lebih mengutamakan kepada pemulihan dan bukan penghukuman.
Sedangkan pengertian yang kedua, restorative justice sebagai proses yakni mengandung pengertian bahwa penyelesaian perkara yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku dan juga keluarga korban.
Langkah ini bisa juga melibatkan masyarakat di mana pelaku bertempat tinggal dan masyarakat di mana korban bertempat tinggal. (lna/ain)